Monday 2 November 2015

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian Lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya (Kristina, 2004).
WHO memperkirakan sebanyak 2,5 sampai 3 milyar penduduk dunia berisiko terinfeksi virus dengue dan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta penduduk dunia terinfeksi virus dengue, 500 ribu diantaranya membutuhkan perawatan intensif di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap tahun dilaporkan sebanyak 21.000 anak meninggal karena DBD atau setiap 20 menit terdapat satu orang anak yang meninggal (Depkes RI, 2008).
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah Thailand.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah kasus terinfeksi sebanyak 58 kasus, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. Kasus DBD setiap tahun di Indonesia terus meningkat dan bahkan makin merajalela dengan pemanasan global.
Menurut Depkes RI pada tahun 2008, dijumpai kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010). Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403 orang (Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).
Menurut Murti (2003), penyakit secara klasik digambarkan sebagai hasil dari segitiga epidemiologi. Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit di sebabkan oleh adanya pengaruh factor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang di gambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan.
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku hidup bersih sehat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor presdiposisi dimana ada kepercayaan, faktor lingkungan, dan dari individu (pengetahuan, sikap, tindakan). Untuk faktor pendukung terdiri dari tersedianya fasilitas kesehatan dan tingkat ekonomi keluarga serta faktor pendorong terdapat sikap dan perilaku petugas kesehatan, sikap dan perilaku tokoh masyarakat serta sikap dan perilaku keluarga itu sendiri.
Perilaku masyarakat mempunyai peranan cukup penting terhadap penularan DBD. Namun perilaku tersebut harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan yang benar sehingga dapat diterapkan dengan benar. Sekarang ini masih ada anggapan berkembang di masyarakat yang menunjukan perilaku tidak sesuai seperti anggapan bahwa DBD hanya terjadi di daerah kumuh dan PSN tidak tampak jelas hasilnya dibanding fogging. Anggapan seperti ini sering diabaikan, padahal sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam mengambil keputusan khususnya terhadap penularan DBD.
1.2.  Tujuan
1)    Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Demam Berdarah Dengue
2)    Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue
3)    Untuk mengetahui cara transmisi penularan penyakit Demam Berdarah Dengue
4)    Untuk mengetahui cara pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue.


















BAB 2
ISI
2.1. Defenisi kasus Demam Berdarah Dengue
A.    Defenisi penyakit DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita penyakit DBD pada orang dewasa.
B.     Penyebab penyakit DBD
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod Borne Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan ≤ 7 hari.
C.   Model hubungan kausal penyakit DBD
­1)    Single causa
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh  virus dan nyamuk dengue.
2)        Multiple causa
Penyakit demam berdarah ini disebabkan karena banyaknya sampah yang digenangi air sehingga nyamuk dapat berkembang biak dan kurangnya kesadaran manusia terhadap kesehatan lingkungan.
D.      Tanda dan Gejala Penyakit DBD
1)        Demam
       Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat.
2)        Tanda-Tanda Pendarahan
Sebab pendarahan pada penderita penyakit DBD ialah: (a) Trombositopeni; (b) Gangguan fungsi trombosit.

3)        Hepatomegali (Pembesaran Hati)
Sifat pembesaran hati, antara lain : (a) Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit; (b) Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit; (c) Nyeri tekan sering kali ini ditemukan tanpa disrtai ikterus.
4)        Renjatan (Shock)
       Tanda-tanda renjatan, antara lain : (a) Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki; (b) Penderita menjadi gelisah; (c) Sianosis disekitar mulut; (d) Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba; (e) Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang); (f) Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang).
       Sebab renjatan dapat dikarenakan : (a) Perdarahan; (b) Kebocoran plasma ke darah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.
5)        Trombositopeni
       Kriteria dari trombositopeni dapat diketahui dari : (a) Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara heri ketiga samapi ke tujuh sakit; (b) Pemeriksaan trombosit dilakukan minimal dua kali, Pertama pada waktu  pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima sakit. Bila perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.
6)        Hemokonsentrasi
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara periodik.
7)        Gejala Klinik lain
     Dapat dilihat melalui : (a) Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD ialah anoreaksi, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang; (b) Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa sebagai ensefalitis. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.
E.       Diagnosa penyakit DBD
       Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan: (1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari; (2) Tanda perdarahan; (3) Pembesaran hati; (4) Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang); (5) Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit selama dalam perawatan.
       Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).
2.2. Konsep segitiga epidemiologi terjadinya penyakit DBD
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologi, yaitu adanya agen (agent), host dan lingkungan (environment).
A.  Agent (virus dengue)
Agent penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tesebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.
B.   Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah :
1)   Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epidemi dengue di Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.
2)    Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).  Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.
3)    Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi apabila gizi yang buruk mempengaruhi penurunan antibodi dan karena ada reaksi antigen pada tubuh maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
4)    Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.
5)    Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer an angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).
C.  Lingkungan (environment)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:
1)    Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006).
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (viffdaagsekoorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Sutari, 2002).
2)    Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim ujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.
2.3. Transmisi penularan penyakit DBD
Penularan penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vector perantara. Mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya adalah sebagai berikut :
A.   Mekanisme penularan DBD
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam tubuh akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang.

B.   Tempat potensial bagi penularan DBD
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penular, oleh karena itu temapat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah :     (1) Wilayah dengan banyak kasus DBD ( rawan/endemis); (2) Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orangorang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. tempat-tempat tersebut adalah seklolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain, serta tempat umum lain seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah; (3) Pemukiman baru di pinggir kota. Penduduk pada lokasi ini umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya tedapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi.
2.4. Tahap-tahap Riwayat alamiah penyakit DBD
Riwayat alamiah suatu penyakit pada umumnya melalui tahap-tahap sebagai berikut :
A.   Tahap prepatogenesis
Pada tahap ini, individu berada dalam keadaan normal/ sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang penjamu.
B.   Tahap patogenesis
1)    Tahap inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbul gejala penyakit. Masa inkubasi ini  bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya.
2)    Tahap dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis, walaupun penyakit masih dalam masa subklinis. Pada tahap ini, diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini.
3)      Tahap lanjut
Pada tahap ini penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah berat dengan segala kelainan klinik  yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
C.       Tahap pasca patogenesis
Tahap pasca patogenesis/ tahap akhir yaitu berakhirnya perjalanan penyakit yang dapat berada dalam pilihan keadaan, yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karier, penyakit berlangsung secara kronik, atau berakhir dengan kematian.
2.5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu: 
A.      Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. 
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan: (a) Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang- kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari; (b) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut; (c) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali; (d) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik; (e) Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah; (f) Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
B.       Biologis 
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
C.       Kimiawi 
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan: (a) Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu; (b) Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakanplus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat. 




2.6. Analisis epidemiologi (orang, tempat dan waktu)
A. Distribusi berdasarkan Orang
Meskipun semua umur termasuk neonatus dapat terserang DBD , pada saat outbreak DBD pertama di Thailand di temukan bahwa penyakit tersebut menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Pada tahun-tahun awal epidemi DBD di Indonesia, penyakit ini juga menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Selama tahun 1968-1973 sebesar kurang lebih 95% kasus DBD adalah anak di usia < 15 tahun. Tahun 1993-1998 meskipun sebagian besar kasus DBD adalah anak berumur antara 5-14 tahun , namun nampak adanya kecenderungan peningkatan kasus > 15 tahun.Tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur > 15 tahun (Depkes, 2010).
Anak berumur lebih dewasa umumnya terhindar dari DBD meskipun di jumpai laporan adanya DBD pada bayi berumur 2 bulan dan pada orang dewasa. Hal ini nampaknya berkaitan dengan aktifitas kelompok umur yang relatif terhindar dari DBD mengingat peluang terinfeksi virus Dengue berlangsung melalui gigitan nyamuk. Sejauh ini tidak di temukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD di kaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).
B.        Distribusi berdasarkan tempat
Penyakit akibat infeksi virus Dengue di temukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 300 Lintang Utara 400 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Carribean dengan estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Penyakit yang dilaporkan pertama kali oleh Benyamin Rush pada Tahun 1789 ini muncul dalam literatur Inggris berupa outbreak suatu penyakit yang terjadi sepanjang tahun 1827- 1829 di Carribean.
Berdasarkan data yang di laporkan ke Word Health Organization (WHO) antara Tahun 1991-1995, Indonesia menempati peringkat ke tiga (110.043 kasus) dalam hal insidensi infeksi virus Dengue dengan jumlah kematian menempati peringkat pertama (2.861 kasus) dan angka kematian tersebut menempati peringkat ke empat (2,6%) di antara negara-negara seperti Vietnam, Thailand, India, Mnyanmar, Amerika, Kampuchea, Malaysia, Singapore, Philippines, Sri Lanka, Laos, dan negara-negara di kepulauan Pasifik. Laporan WHO pada tahun 2000 menunjukkan bahwa DBD telah menyerang seluruh negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Carribean, Cuba, Venuzuela, Brazil dan Afrika. Meskipun angka kematian akibat DBD di Indonesia menunjukan kecenderungan menurun selama periode tahun 1968-1988, namun insidensi DBD menunjukan kecenderungan meningkat dengan angka kejadian yang tinggi pada tahun 1998. Pada dekade belakangan ini, infeksi virus Dengue dilaporkan endemik di 112 negara.
C.    Distribusi berdasarkan Waktu
Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada
musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di Malaysia di laporkan peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah hujan perbulan sekitar 300 mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak oubreak umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali outbreak pada tahun 1974 yang justru terjadi pada bulan Juli.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut meningkatkan aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue. Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan pola musim penghujan.





















Gambar 2.6.Pemetaan Data Kasus DBD di Indonesia Tahun 2005-2006.















BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
       Penyakit Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyebab terjadinya penyakit DBD dapat diuraikan dengan segitiga epidemiologi, yakni adanya agent virus Dengue, adanya pejamu (Host) yaitu manusia yang rentan terhadap infeksi virus Dengue, dan adanya lingkungan yang mendukung berkembangnya virus Dengue, baik karena ulah manusia ataupun perubahan alam.
       Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam tubuh akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke manusia.
       Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk, memutuskan rantai penularan dengan memberantas vektor penularan, melakukan kegiatan 3M plus, dan menjaga kebersihan lingkungan.
3.2. Saran
1) Bagi Dinas Kesehatan diharapkan untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD.
2)  Bagi Dinas Kesehatan diharapkan untuk terus menggencarkan pemberantasan vektor DBD dan kegiatan 3M plus kepada masyarakat luas.
3)  Bagi Dinas Kesehatan diharapkan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat agar menjadi individu yang mandiri dan peduli terhadap kesehatan lingkungan.




DAFTAR PUSTAKA

Aditiyo.2012. Kewaspadaan Terhadap Demam Berdarah Dengue.
http://www.rscm.co.id/index.php?bhs=in&id=KEW0000001
Diakses pada tanggal 03 Mei 2014.
Herman, 2013. Penyakit Demam Berdarah Dengue.
Diakses pada tanggal 03 Mei 2014.
Rahayu. 2011. Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue.
Diakses pada tanggal 03 Mei 2014.

JANGAN LUPA DOWNLOAD POWERPOINTNYA ya ^_^
klik disini :)

1 comment:

  1. Ada Obat Herbal Alami yang aman & efektif. Untuk Panggilan Cure Total +2349010754824, atau email dia drrealakhigbe@gmail.com Untuk Janji dengan (Dr.) AKHIGBE hubungi dia. Pengobatan dengan Obat Herbal Alami. Untuk: Demam Berdarah, Malaria. Menstruasi yang Nyeri atau Tidak Teratur. HIV / Aids. Penderita diabetes. Infeksi vagina. Keputihan Vagina. Gatal Dari Bagian Pribadi. Infeksi payudara. Debit dari Payudara. Nyeri & Gatal pada Payudara. Nyeri perut bagian bawah. Tidak Ada Periode atau Periode Tiba-tiba Berhenti. Masalah Seksual Wanita. Penyakit Kronis Tekanan Darah Tinggi. Rasa sakit saat berhubungan seks di dalam Pelvis. Nyeri saat buang air kecil. Penyakit Radang Panggul, (PID). Menetes Sperma dari Vagina Serta Untuk jumlah sperma rendah. Penyakit Parkinson. Lupus. Kanker. TBC Jumlah sperma nol. Bakteri Diare.Herpatitis A&B, Rabies. Asma. Ejakulasi cepat. Batu empedu, Ejakulasi Dini. Herpes. Nyeri sendi. Pukulan. Ereksi yang lemah. Erysipelas, Tiroid, Debit dari Penis. HPV. Hepatitis A dan B. STD. Staphylococcus + Gonorrhea + Sifilis. Penyakit jantung. Pile-Hemorrhoid. Rematik, tiroid, Autisme, pembesaran Penis, Pinggang & Nyeri Punggung. Infertilitas Pria dan Infertilitas Wanita. Dll. Ambil Tindakan Sekarang. hubungi dia & Pesan untuk Pengobatan Herbal Alami Anda: +2349010754824 dan kirimkan email ke drrealakhigbe@gmail.com Catatan Untuk Pengangkatan dengan (Dr.) AKHIGBE. Saya menderita kanker selama setahun dan tiga bulan meninggal karena sakit dan penuh patah hati. Suatu hari saya mencari melalui internet dan saya menemukan kesaksian penyembuhan herpes oleh dokter Akhigbe. Jadi saya menghubungi dia untuk mencoba keberuntungan saya, kami berbicara dan dia mengirim saya obat melalui jasa kurir dan dengan instruksi tentang bagaimana meminumnya. Untuk kejutan terbesar saya minum obat herbal dalam waktu tiga minggu saya mendapat perubahan dan saya sembuh total . Saya tidak benar-benar tahu bagaimana itu terjadi tetapi ada kekuatan dalam pengobatan herbal Dr Akhigbe. Dia adalah dokter jamu yang baik.

    ReplyDelete