BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Difteria masih merupakan penyakit endemic
dibanyak negara di dunia. Pada awal tahun 1980-an terjadi peningkatan
insidensi kasus difteria pada negara bekas Uni Soviet karena kekacauan
program imunisasi, dan pada tahun 1990-an masih terjadi epidemic yang besar di
Rusia dan Ukraina. Pada tahun 2000-an epidemic difteria masih terjadi dan
menjalar ke negara-negara tetangga.
Sebelum era vaksinasi, difteria merupakan
penyakit yang sering menyebabkan kematian. Namun sejak mulai diadakannya
program imunisasi DPT (di Indonesia pada tahun 1974), maka kasus dan kematian
akibat difteria berkurang sangat banyak. Selama tahun 1991-1996, dari 473
pasien difteria, terdapat 45% usia balita, 27% usia kurang dari 1 tahun, 24%
usia 5-9 tahun, dan 4% usia diatas 10 tahun. Berdasarkan suatu KLB difteria di
beberapa kota di Indonesia pada tahun
2003, salah satu nya kota semarang
dilaporakan bahwa dari 33 pasien sebanyak 46% berusia 15-44 tahun serta
30% berusia 5-14 tahun . Khusus provinsi Sumatera Selatan, selama tahun
2003-2009 penemuan kasus difteri cenderung terjadi penurunan, kasus terbanyak
pada tahun 2007 (12 kasus) dan terendah pada tahun 2003 (2 kasus), meskipun demikian
Sumatera Selatan merupakan provinsi terbesar kedua untuk kasus difteri pada
tahun 2008 (Dinkes Sumsel, 2010).
penyakit
ini menyerang
tonsil,faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit
sertakadang-kadang konjunngtiva atau vagina.
Penyakit ini salah satu
penyebab paling umum dari penyakit dan kematian pada anak-anak untuk itu perlu
pembahasan lebih lanjut.
1.2. Tujuan makalah
1. Mengetahui dan memahami definisi pada
penderita difteri
2. Mengetahui dan memahami etiologi pada penderita
3. Mengetahui dan memahami manifestasi
klinis pada penderita difteri
4. Mengetahui
dan memahami patofisiologi pada penderita difteri
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada penderita
difteri
6. Mengetahui
dan memahami komplikasi dari pada penderita difteri
BAB 2
ISI
2.1. Pengertian Difteri
Difteria
adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil,faring,laring,
hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit sertakadang-kadang
konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkanoleh cytotoxin
spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatumembran asimetrik
keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.Tenggorokan terasa sakit,
sekalipun pada difteria faucial atau pada difterifaringotonsiler diikuti dengan
kelenjar limfe yang membesar dan melunak.
Padakasus-kasus
yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan
pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapatterjadi obstruksi
jalan napas.Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung
tersumbatdan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi )
merupakankasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart
block dankegagalan jantung kongestif yang progresif,timbul satu minggu setelah
gejalaklinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak
dapatdibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan
bagiandari impetigo.(Kadun,2006).
2.2. Penyebab Difteri
Penyebab
penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk batanggram
positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman
sifatnyatidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin.
Toxindifteri ini, karena mempunayi efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit.
Adatiga type variants dari Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis,
typeintermedius dan type gravis.
Corynebacterium diphtheriae dapat
dikalsifikasikandengan cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe.Tipe 1-3
termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe
gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravisyang
virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang
tidak ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaputmukosa
(Depkes,2007).
2.3. Cara Penularan
Sumber
penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderitamaupun
sebagai
carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan
penderitapada masa inkubasi atau kontak dengan carier Caranya melalui
pernafasan atau droplet infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari,
masa penularan penderita 2-4minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa
penularan carier bisa sampai
6bulan.Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas.
Ciri khasdari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa
reaksiradang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan sel
darahputih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu
membaran putihkeabu-abuan(psedomembrane) Membran ini sukar diangkat dan mudah
berdarah.Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman
inimengeluarkan exotoxin
yang memberikan gejala-gejala dan miyocarditis Penderita yang paling berat
didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal.(Depkes,2007).
2.4. Gejala Klinis
Difteri
Gejala klinis penyakit difteri ini adalah Panas lebih
dari 38 °C, ada
psedomembrane bisa di pharynx,larynx atau
tonsil, sakit waktu
menelan, leher
membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karenapembengkakan
kelenjar leher. Tidak
semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yangsakit
waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah adapsedomembrane.
Jika pada tonsil tampak membran putih kebau-abuandisekitarnya, walaupun tidak
khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen)berupa apusan tenggorokan
(throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.Gejala diawali dengan nyeri
tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil
dan sakit kepala. Pembengkakankelenjar getah bening di leher sering terjadi
(Ditjen P2PL Depkes,2003).
2.5. Patogenesis
Biasanya
bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaputlendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampaike hidung, hidung
akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan kepita suara (laring) dan
menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udaramenyempit dan terjadi gangguan
pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari
batuk penderita atau bendamaupun makanan yang telah terkontaminasi oleh
bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun.
Toksin ini akan menyebarmelalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan
di seluruh tubuh,terutama jantung dan saraf.Toksin biasanya menyerang saraf
tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.Penderita mengalami kesulitan menelan
pada minggu pertama kontaminasi toksin.Antara minggu ketiga sampai minggu
keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi
kelemahan pada lengan dan tungkai.Kerusakan pada otot jantung (miokarditis)
bisa terjadi kapan saja selama minggupertama sampai minggu keenam, bersifat
ringan, tampak sebagai kelainan ringanpada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat
berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan
jantung dan saraf berlangsung secaraperlahan selama berminggu-minggu. Pada
penderita dengan tingkat kebersihanburuk, tak jarang difteri juga menyerang
kulit.Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan
selaputyang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya,
di dekatamandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek
danberwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir
dibawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraatau
secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak
mengalami kesulitan bernafas.Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah
diagnosis ditegakkan. Tak jarang
dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan dibuat biakan
dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi
akibatpenyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG
(Ditjen P2PL Depkes,2003).
2.6. Penanggulangan
Penyakit Difteri
Penanggulangan
melalui pemberian imunisasi DPT (Dipteri Pertusis Tetanus) dimana vakisin DPT
adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanusyang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang telah diinaktifkan. Imunisasi DPTdiberikan untuk
pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusisdan tetanus,
diberikan pertama pada bayi umur 2 bulan, dosis selanjutnyadiberikan dengan
interval paling cepat 4 (empat) minggun (1 bulan ). DPT padabayi diberikan tiga
kali yaitu DPT1, DPT2 dan DPT 3. Imunisasi lainnya yaitu DT(Dipteri Pertusis )
merupakan imunisasi ulangan yang biasanya diberikan padaanak sekolah dasa kelas
1 (Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,2005)
Seorang karier (hasil
biakan positif, tetapi tidak menunjukkan gejala) dapatmenularkan difteri, karena itu diberikan antibiotik dan
dilakukan pembiakanulang pada apustenggorokannya.Kekebalan
hanya diperoleh selama 10 tahun setelah mendapatkan imunisasi,karena itu orang
dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster setiap 10 tahun.
2.7. Determinan Penyakit Difteri
Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian
Difteria diantaranya :
1.Cakupan imunisasi, artinya dimana ada bayi yang
kurang bahkantidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan
penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang
tidak lengkap beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari pada anak
yang status imunisasi DPT danDT lengkap.
2.Kualitas vaksin, artinya pada saat proses pemberian
vaksinasi kurangmenjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi
kualitasvaksin.
3.Faktor Lingkungan, artinya lingkungan yang buruk
dengan sanitasiyang rendah dapat menunjang terjadinya penyakit Difteri.Letak
rumah yang berdekatan sangat mudah sekali menyebarkanpenyakit difteria bila ada
sumber penularan.
4.Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana
pengetahuan akanpentingnya imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali
secaradini gejala-gejala penyakit difteria.
2.8. KLB Difteri
Penyakit
difteri mulai mengancam sebagian masyarakat Indonesia karena penyakit difteri
merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernafasan bagian
atas sehingga mempersempit saluran pernafasan buah hati anda, biasanya bagian
tubuh yang diserang adalah tonsil dan faring tetapi tidak jarang menyerang kulit
dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan juga jantung. Penyakit ini dominan
menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi
serta dapat menurunkan kekebalan tubuh pada anak yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphteriae. Saat ini penyakit difteri menjadi hal yang sangat
menakutkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, karena penyakit difteri
sebagai penyebab kematian pada bayi dan anak muda. Penyakit ini memang
terdengar masih asing ditelinga masyarakat namun penyakit ini sangat
membahayakan serta mengancam nyawa khususnya bagi anak-anak.
Dengan
imunisasi, penyakit difteri dapat dicegah. Dengan melakukan imunisasi, buah
hati anda akan terhindar dari penyakit difteri. Penyakit difteri mudah sekali
menular apalagi dalam lingkungan yang buruk. Imunisasi difteri tergabung dalam
imunisasi DPT atau termasuk dalam Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Imunisasi ini
berbarengan dengan imunisasi polio, hepatitis B, sedangkan imunisasi difteri
tergabung dalam Imunisasi DPT atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi
berumur sembilan bulan dilengkapi dengan imunisasi campak.
Penanggulangan KLB Difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita untuk
mencegah komplikasi berat serta sekaligus menghilangkan sumber
penularan.Imunisasi diberikan untuk memberikan perlindungan pada kelompok
masyarakat rentan.
a. Penyelidikan
Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap
adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah sakit, puskesmas maupun masyarakat.
Tujuan PE:
-
Menegakkan diagnosis
-
Memastikan terjadinya KLB
-
Menemukan kasus tambahan serta kelompok rentan
Menegakkan Diagnosa
Kasus difteri dapat diklasifikasikan dalam kasus probable dan kasus konfirmasi:
1. Kasus probable adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala
demam, sakit menelan, selaput putih pada tenggorokan (pseudomembrane), sering
leher membengkak dan sesak nafas disertai bunyi (stridor).
2. Kasus konfirmasi adalah kasus probable yang disertai hasil konfirmasi laboratorium
positifCorynebacterium diphtheria atau ada hubungan epidemiologi
dengan kasus konfirmasi yang lain.
‘’ Apabila
terdapat satu kasus difteri probable atau kasus konfirmasi
merupakan suatu
kejadian luar biasa’’
Adanya satu kasus difteri mengharuskan upaya pencarian
kasus lain pada kelompok rentan yang dicurigai, terutama kelompok rentan
serumah, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah atau tempat bekerja serta
upaya pencarian sumber penularan awal dan identifikasi kemungkinan adanya carrier.
Disamping identifikasi kasus baru lainnya,
identifikasi cakupan imunisasi pada bayi dan anak sekolah selama 5 – 10 tahun
perlu dilakukan dengan cermat. PE juga dapat
menggambarkan perkembangan dan penyebaran kasus menurut waktu dan daerah atau
kelompok rentan tertentu dalam grafik dan peta sebaran (area dan spot).
Gambaran epidemiologi kasus sekunder dapat menggambarkan tingkat keganasan
kuman difteri, terutama pada kelompok rentan
b. Penanggulangan
KLB
Penanggulangan KLB meliputi:
- Tatalaksana
kasus
- Tatalaksana
kontak
- Pemberian
imunisasi
Kasus probable dirujuk ke rumah sakit.Terapi : ADS,
antibiotik, tracheotomy (jika diperlukan), Kontak probable dan konfirmasi,
mendapat pengobatan propilaksis dengan erythromycin 30-40 mg/kg BB selama
7-10 hari. Imunisasi dilakukan pada lokasi KLB dan desa-desa sekitarnya yang
memiliki cakupan DPT dan DT kurang dari 80%.Anak kurang dari 7 tahun
mendapatkan imunisasi DT sebanyak 2 dosis dengan selang waktu 1 bulan tanpa
memandang status imunisasi sebelumnya. Anak usia 7-15 tahun mendapatkan
imunisasi.
2.9.
Sistem Kewaspadaan Dini KLB difteri
Tersangka Difteri adalah panas >38°C,
sakit menelan, sesak napas disertai bunyi (stridor) dan ada tanda selaput putih
keabu-abuan (pseudomembran) di tenggorokan dan pembesaran kelenjar leher.
Apabila ditemukan penderita dengan gejala ini, catat dan kirim ke Dinkes
Kab./Kota. Lakukan
rujukan pemeriksaan usap nasofarings. Jika hasil positif, lakukan Respon KLB
Respons Tatalaksanan Kasus:
Respons Tatalaksanan Kasus:
- Pengobatan kasus
- Memutus rantai penularan
Respons
Pelaporan:
·
W1
·
Hasil pemeriksaan penunjang/lab
Respons
Kesehatan Masyarakat:
·
Penyelidikan epidemiologi
·
Penatalaksanaan Kontak untuk
Pengambilan usap nasofarings dan profilaksis
·
KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
ke masyarakat
·
Upaya peningkatan cakupan imunisasi
(<7 tahun DT dan >7 tahun dT) melalui sweeping.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Difteri adalah penyakit yang disebabkan
oleh kuman Corynebacterium diphtheria, oleh karena itu penyakitnya
diberi nama serupa dengan kuman penyebabnya.
Sumber penularan penyakit difteri ini
adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Cara penularannya
yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan
carier. Caranya melalui pernafasan atau droplet infection dan difteri kulit
yang mencemari tanah sekitarnya.
Menurut lokasi gejala difteria dibagi
menjadi 3 yaitu, difteri hidung, difteri faring, difteri laring dan difteri
kutaneus.
Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5
hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa
penularancarier bisa sampai 6 bulan.
Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :
Panas lebih dari 38 °C, Adapsedomembrane bisa dipharynx,larynx atau tonsil.
Sakit waktu menelan. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan
karena pembengkakakn kelenjar leher.
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini
dibagi menjadi 3 tingkat yaitu: Infeksi ringan, Infeksi sedang dan Infeksi
berat . Pencegahan difteri dilakukan dengan cara, yaitu : Isolasi penderita,
Imunisasi, dengan memberikan imunisasi DPT pada bayi dan vaksin DT pada anak
usia sekolah dasar.
3.2. Saran
Perlunya
Kewaspasdaan Dini Penuyakit Difteri, karena difteri adalah penyebab kematian
pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu
vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh
hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya
menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.
No comments:
Post a Comment