Monday 2 November 2015

KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT DIFTERI



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
     Difteria masih merupakan penyakit endemic dibanyak negara di dunia. Pada awal tahun 1980-an terjadi peningkatan insidensi  kasus difteria pada negara bekas Uni Soviet karena kekacauan program imunisasi, dan pada tahun 1990-an masih terjadi epidemic yang besar di Rusia dan Ukraina. Pada tahun 2000-an epidemic difteria masih terjadi dan menjalar ke negara-negara tetangga.
     Sebelum era vaksinasi, difteria merupakan penyakit yang sering menyebabkan kematian. Namun sejak mulai diadakannya program imunisasi DPT (di Indonesia pada tahun 1974), maka kasus dan kematian akibat difteria berkurang sangat banyak. Selama tahun 1991-1996, dari 473 pasien difteria, terdapat 45% usia balita, 27% usia kurang dari 1 tahun, 24% usia 5-9 tahun, dan 4% usia diatas 10 tahun. Berdasarkan suatu KLB difteria di beberapa kota di Indonesia  pada tahun 2003, salah satu nya kota semarang  dilaporakan bahwa dari 33 pasien sebanyak 46% berusia 15-44 tahun serta 30% berusia 5-14 tahun . Khusus provinsi Sumatera Selatan, selama tahun 2003-2009 penemuan kasus difteri cenderung terjadi penurunan, kasus terbanyak pada tahun 2007 (12 kasus) dan terendah pada tahun 2003 (2 kasus), meskipun demikian Sumatera Selatan merupakan provinsi terbesar kedua untuk kasus difteri pada tahun 2008 (Dinkes Sumsel, 2010).
penyakit ini  menyerang tonsil,faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit sertakadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Penyakit ini  salah satu penyebab paling umum dari penyakit dan kematian pada anak-anak untuk itu perlu pembahasan lebih lanjut.
1.2. Tujuan makalah
1. Mengetahui dan memahami definisi pada penderita difteri
2. Mengetahui dan memahami etiologi pada penderita
3.  Mengetahui dan memahami manifestasi klinis pada penderita difteri
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi pada penderita difteri
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada penderita difteri
6.  Mengetahui dan memahami komplikasi dari pada penderita difteri



BAB 2
ISI

2.1. Pengertian Difteri
     Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil,faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit sertakadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkanoleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatumembran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difterifaringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak.
     Padakasus-kasus yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapatterjadi obstruksi jalan napas.Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbatdan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi ) merupakankasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dankegagalan jantung kongestif yang progresif,timbul satu minggu setelah gejalaklinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapatdibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagiandari impetigo.(Kadun,2006).
2.2. Penyebab Difteri           
     Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk batanggram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnyatidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxindifteri ini, karena mempunayi efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Adatiga type variants dari Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis, typeintermedius dan type gravis.
     Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikandengan cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe.Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravisyang virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaputmukosa (Depkes,2007).
2.3. Cara Penularan
     Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderitamaupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderitapada masa inkubasi atau kontak dengan carier Caranya melalui pernafasan atau droplet infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier  bisa sampai 6bulan.Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri khasdari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa reaksiradang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan sel darahputih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran putihkeabu-abuan(psedomembrane) Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah.Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman inimengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala dan miyocarditis Penderita yang paling berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal.(Depkes,2007).

2.4. Gejala Klinis  Difteri
     Gejala klinis penyakit difteri ini adalah Panas lebih dari 38 °C, ada psedomembrane bisa di  pharynx,larynx atau tonsil, sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karenapembengkakan kelenjar leher. Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yangsakit waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah adapsedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih kebau-abuandisekitarnya, walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen)berupa apusan tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak  jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakankelenjar getah bening di leher sering terjadi (Ditjen P2PL Depkes,2003).
2.5. Patogenesis
     Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaputlendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampaike hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan kepita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udaramenyempit dan terjadi gangguan pernafasan.
     Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau bendamaupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebarmelalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh,terutama jantung dan saraf.Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin.Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai.Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama minggupertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringanpada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secaraperlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihanburuk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaputyang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekatamandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek danberwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir dibawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraatau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tak  jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan dibuat biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibatpenyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG (Ditjen P2PL Depkes,2003).
2.6. Penanggulangan Penyakit Difteri
     Penanggulangan melalui pemberian imunisasi DPT (Dipteri Pertusis Tetanus) dimana vakisin DPT adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanusyang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktifkan. Imunisasi DPTdiberikan untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusisdan tetanus, diberikan pertama pada bayi umur 2 bulan, dosis selanjutnyadiberikan dengan interval paling cepat 4 (empat) minggun (1 bulan ). DPT padabayi diberikan tiga kali yaitu DPT1, DPT2 dan DPT 3. Imunisasi lainnya yaitu DT(Dipteri Pertusis ) merupakan imunisasi ulangan yang biasanya diberikan padaanak sekolah dasa kelas 1 (Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,2005)
Seorang karier (hasil biakan positif, tetapi tidak menunjukkan gejala) dapatmenularkan difteri, karena itu diberikan antibiotik dan dilakukan pembiakanulang pada apustenggorokannya.Kekebalan hanya diperoleh selama 10 tahun setelah mendapatkan imunisasi,karena itu orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster setiap 10 tahun.
2.7. Determinan Penyakit Difteri
Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya :
1.Cakupan imunisasi, artinya dimana ada bayi yang kurang bahkantidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT danDT lengkap.
2.Kualitas vaksin, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurangmenjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitasvaksin.
3.Faktor Lingkungan, artinya lingkungan yang buruk dengan sanitasiyang rendah dapat menunjang terjadinya penyakit Difteri.Letak rumah yang berdekatan sangat mudah sekali menyebarkanpenyakit difteria bila ada sumber penularan.
4.Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana pengetahuan akanpentingnya imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali secaradini gejala-gejala penyakit difteria.
2.8. KLB Difteri
     Penyakit difteri mulai mengancam sebagian masyarakat Indonesia karena penyakit difteri merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernafasan bagian atas sehingga mempersempit saluran pernafasan buah hati anda, biasanya bagian tubuh yang diserang adalah tonsil dan faring tetapi tidak jarang menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan juga jantung. Penyakit ini dominan menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi serta dapat menurunkan kekebalan tubuh pada anak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Saat ini penyakit difteri menjadi hal yang sangat menakutkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, karena penyakit difteri sebagai penyebab kematian pada bayi dan anak muda. Penyakit ini memang terdengar masih asing ditelinga masyarakat namun penyakit ini sangat membahayakan serta mengancam nyawa khususnya bagi anak-anak.
     Dengan imunisasi, penyakit difteri dapat dicegah. Dengan melakukan imunisasi, buah hati anda akan terhindar dari penyakit difteri. Penyakit difteri mudah sekali menular apalagi dalam lingkungan yang buruk. Imunisasi difteri tergabung dalam imunisasi DPT atau termasuk dalam Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Imunisasi ini berbarengan dengan imunisasi polio, hepatitis B, sedangkan imunisasi difteri tergabung dalam Imunisasi DPT atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi berumur sembilan bulan dilengkapi dengan imunisasi campak.
     Penanggulangan KLB Difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita untuk mencegah komplikasi berat serta sekaligus menghilangkan sumber penularan.Imunisasi diberikan untuk memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat rentan.
a. Penyelidikan Epidemiologi
     Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah sakit, puskesmas maupun masyarakat.
Tujuan PE:
-       Menegakkan diagnosis
-       Memastikan terjadinya KLB
-       Menemukan kasus tambahan serta kelompok rentan
Menegakkan Diagnosa
Kasus difteri dapat diklasifikasikan dalam kasus probable dan kasus konfirmasi:
1. Kasus probable  adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, selaput putih pada tenggorokan (pseudomembrane), sering leher membengkak dan sesak nafas disertai bunyi (stridor).
2. Kasus konfirmasi  adalah kasus probable yang disertai hasil konfirmasi laboratorium positifCorynebacterium diphtheria atau ada hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi yang lain.
‘’ Apabila terdapat satu kasus difteri probable atau kasus konfirmasi
merupakan suatu kejadian luar biasa’’
     Adanya satu kasus difteri mengharuskan upaya pencarian kasus lain pada kelompok rentan yang dicurigai, terutama kelompok rentan serumah, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah atau tempat bekerja serta upaya pencarian sumber penularan awal dan identifikasi kemungkinan adanya carrier.
     Disamping identifikasi kasus baru lainnya, identifikasi cakupan imunisasi pada bayi dan anak sekolah selama 5 – 10 tahun perlu dilakukan dengan cermat. PE juga dapat menggambarkan perkembangan dan penyebaran kasus menurut waktu dan daerah atau kelompok rentan tertentu dalam grafik dan peta sebaran (area dan spot). Gambaran epidemiologi kasus sekunder dapat menggambarkan tingkat keganasan kuman difteri, terutama pada kelompok rentan
 b.      Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB meliputi:
-       Tatalaksana kasus
-       Tatalaksana kontak
-       Pemberian imunisasi 
Kasus probable dirujuk ke rumah sakit.Terapi : ADS, antibiotik, tracheotomy (jika diperlukan), Kontak probable dan konfirmasi, mendapat pengobatan propilaksis dengan erythromycin  30-40 mg/kg BB selama 7-10 hari. Imunisasi dilakukan pada lokasi KLB dan desa-desa sekitarnya yang memiliki cakupan DPT dan DT kurang dari 80%.Anak kurang dari 7 tahun mendapatkan imunisasi DT sebanyak 2 dosis dengan selang waktu 1 bulan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Anak usia 7-15 tahun mendapatkan imunisasi.
2.9. Sistem Kewaspadaan Dini KLB difteri

     Tersangka Difteri adalah panas >38°C, sakit menelan, sesak napas disertai bunyi (stridor) dan ada tanda selaput putih keabu-abuan (pseudomembran) di tenggorokan dan pembesaran kelenjar leher. Apabila ditemukan penderita dengan gejala ini, catat dan kirim ke Dinkes Kab./Kota. Lakukan rujukan pemeriksaan usap nasofarings. Jika hasil positif, lakukan Respon KLB
Respons Tatalaksanan Kasus:
  • Pengobatan kasus
  • Memutus rantai penularan
Respons Pelaporan:
·         W1
·         Hasil pemeriksaan penunjang/lab
Respons Kesehatan Masyarakat:
·         Penyelidikan epidemiologi
·         Penatalaksanaan Kontak untuk Pengambilan usap nasofarings dan profilaksis
·         KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) ke masyarakat
·         Upaya peningkatan cakupan imunisasi (<7 tahun DT dan >7 tahun dT) melalui sweeping.


BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan        
     Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheria, oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman penyebabnya.
     Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya melalui pernafasan atau droplet infection dan difteri kulit yang mencemari tanah sekitarnya.
     Menurut lokasi gejala difteria dibagi menjadi 3 yaitu, difteri hidung, difteri faring, difteri laring dan difteri kutaneus.
     Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularancarier bisa sampai 6 bulan.
     Gejala klinis penyakit difteri ini adalah : Panas lebih dari 38 °C, Adapsedomembrane bisa dipharynx,larynx atau tonsil. Sakit waktu menelan. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena pembengkakakn kelenjar leher.
     Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu: Infeksi ringan, Infeksi sedang dan Infeksi berat . Pencegahan difteri dilakukan dengan cara, yaitu : Isolasi penderita, Imunisasi, dengan memberikan imunisasi DPT pada bayi dan vaksin DT pada anak usia sekolah dasar.

3.2. Saran
Perlunya Kewaspasdaan Dini Penuyakit Difteri, karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.


No comments:

Post a Comment