Monday 2 November 2015

ARTIKEL MASALAH GIZI DI INDONESIA



Jakarta, NTT Online - Angka penderita gizi buruk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada 2010 lalu, jumlahnya mencapai 17,9 persen. "Jumlahnya memang masih cukup tinggi. Pemerintah berupaya untuk menurunkannya hingga menjadi 15,1 persen tahun 2015, sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015," ujar dr Zaenal Abidin, dewan pembina Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, kepada Republika, Sabtu (9/4), di Jakarta.

Namun, setiap tahun ada penurunan kasus gizi buruk menjadi gizi kurang. Berdasarkan data Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan pada 2010 tercatat 43.616 anak balita gizi buruk. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 56.941 anak. Namun, angka penderita gizi buruk pada 2010 masih lebih tinggi dibandingkan 2008 yang berjumlah 41.290 anak.

Merujuk pada data Direktorat Bina Gizi, beberapa provinsi tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebanyak 14.720, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 4.991 kasus, dan Banten 4.779 kasus.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2010, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah provinsi dengan tingkat prevalensi gizi buruk balita tertinggi, yakni sebesar 10,6 persen. Disusul NTT (9,6 persen), Kalbar (9,5 persen), Gorontalo (11,2 persen), dan Papua Barat (9,1 persen). Sedangkan, prevalensi gizi buruk di Pulau Jawa tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 persen. Disusul Jateng (3,3 persen), Jabar (3,1 persen), DKI Jakarta (2,6 persen), dan DI Yogyakarta (1,4 persen).

Menurut Zaenal, tingginya jumlah penderita gizi buruk itu disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya gizi. Ia menambahkan, pengajaran tentang bagaimana mengelola makanan sebagai sumber gizi juga masih sangat rendah. "Memang ada kealpaan untuk mengajarkan masyarakat tentang gizi," ungkapnya.

Tak hanya masyarakat yang berada jauh dari sumber pangan, tetapi juga mereka yang tinggal paling dekat dengan sumber pangan, bahkan dengan fasilitas yang baik. "Kasus ini dikarenakan banyak orang yang tidak memperhatikan pentingnya gizi," tegas Zaenal yang juga ketua I Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.

Berdasarkan disertasi Harry Hikmat, direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial, tingginya angka kasus gizi buruk juga karena kurangnya upaya promotif dari petugas kesehatan. "Jika kasus ini ada, ini tamparan berat untuk kita semua," jelas Zaenal.

Harry mengungkapkan, ditemukannya kasus gizi buruk yang tidak jauh dari fasilitas kesehatan juga menggambarkan permasalahan aksesibilitas, terutama bagi masyarakat kurang mampu yang anaknya kurang gizi. Permasalahan gizi ini, kata dia, harus ditangani bersama.

Di Kota Depok, Jawa Barat, ditemukan sedikitnya 199 kasus gizi buruk. Salah satunya adalah Maudi (16 bulan), warga RT 14, Pancoran Mas. Ketika Republika mengunjungi kediamannya awal April lalu, tulang rusuk Maudi tampak menonjol dengan wajah yang pucat. "Maudi pernah diajak ke Panti Perbaikan Gizi (PPG), namun saya tolak karena tidak punya biaya," ujar Dina, orang tua Maudi.

Bantuan operasional

Bantuan operasional Untuk membantu memulihkan kasus gizi buruk maupun kurang, pemerintah memberikan dana berupa bantuan operasional kesehatan (BOK). Dana BOK ini tersebar di 8.737 puskesmas di seluruh Indonesia. Kementerian Sosial juga akan memberikan bantuan berupa dana program kesejahteraan sosial anak balita (PKSAB).

Menkes Endang Ra hayu Sedyaningsih mengatakan, ma salah gizi kurang masih menjadi tantangan serius. Peningkatan status gizi masyarakat ini juga menjadi salah satu program prioritas dari delapan fokus prioritas kesehatan. Metrotvnews.com, Mataram: Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatat, bayi bawah lima tahun yang menderita gizi buruk pada 2011 sebanyak 891 orang, lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya (750 anak).

 "Pada bulan Oktober 2011 ada pekan imunisasi campak yang disertai dengan pemeriksaan kondisi gizi balita. Pada kegiatan itulah banyak ditemukan penderita gizi buruk. Semakin banyak ditemukan, maka upaya penanganan bisa dilakukan," kata Kepala Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Khairul Anwar, Kamis (5/1).

 Ia menyebutkan, balita penderita gizi buruk tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB, yakni di Kabupaten Sumbawa 266 orang, Lombok Timur 203 orang, Dompu 80 orang, Lombok Barat 73 orang, Lombok Tengah 73 orang, Lombok Utara 59 orang, Kota Mataram 53 orang, Kabupaten Bima 40 orang, Kota Bima 31 orang dan Kabupaten Sumbawa Barat 13 orang.

 Menurut Khairul, seluruh balita penderita gizi buruk sudah mendapat penanganan medis. Ada yang dirawat inap di pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit milik pemerintah dan ada yang rawat jalan.

 Rawat inap dilakukan karena pasien memiliki penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gizi buruk. Sedangkan yang dirawat jalan bukan termasuk gizi buruk klinis, mereka diberikan vitamin dan makanan tambahan yang memiliki kandungan gizi cukup untuk membantu pertumbuhan fisik dan pemulihan kondisi kesehatan.


No comments:

Post a Comment