Jakarta, NTT Online - Angka penderita gizi
buruk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada 2010 lalu, jumlahnya mencapai 17,9
persen. "Jumlahnya memang masih cukup tinggi. Pemerintah berupaya untuk
menurunkannya hingga menjadi 15,1 persen tahun 2015, sesuai dengan target
Millenium Development Goals (MDGs) 2015," ujar dr Zaenal Abidin, dewan
pembina Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, kepada Republika, Sabtu (9/4),
di Jakarta.
Namun, setiap tahun ada penurunan kasus
gizi buruk menjadi gizi kurang. Berdasarkan data Direktorat Bina Gizi
Kementerian Kesehatan pada 2010 tercatat 43.616 anak balita gizi buruk. Angka
ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 56.941 anak. Namun,
angka penderita gizi buruk pada 2010 masih lebih tinggi dibandingkan 2008 yang
berjumlah 41.290 anak.
Merujuk pada data Direktorat Bina Gizi,
beberapa provinsi tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup
tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus
sebanyak 14.720, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 4.991 kasus, dan Banten
4.779 kasus.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
2010, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah provinsi dengan tingkat
prevalensi gizi buruk balita tertinggi, yakni sebesar 10,6 persen. Disusul NTT
(9,6 persen), Kalbar (9,5 persen), Gorontalo (11,2 persen), dan Papua Barat
(9,1 persen). Sedangkan, prevalensi gizi buruk di Pulau Jawa tertinggi adalah
Banten dan Jatim sebesar 4,8 persen. Disusul Jateng (3,3 persen), Jabar (3,1
persen), DKI Jakarta (2,6 persen), dan DI Yogyakarta (1,4 persen).
Menurut Zaenal, tingginya jumlah penderita
gizi buruk itu disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya
gizi. Ia menambahkan, pengajaran tentang bagaimana mengelola makanan sebagai
sumber gizi juga masih sangat rendah. "Memang ada kealpaan untuk
mengajarkan masyarakat tentang gizi," ungkapnya.
Tak hanya masyarakat yang berada jauh dari
sumber pangan, tetapi juga mereka yang tinggal paling dekat dengan sumber
pangan, bahkan dengan fasilitas yang baik. "Kasus ini dikarenakan banyak
orang yang tidak memperhatikan pentingnya gizi," tegas Zaenal yang juga
ketua I Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.
Berdasarkan disertasi Harry Hikmat,
direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial, tingginya angka kasus gizi
buruk juga karena kurangnya upaya promotif dari petugas kesehatan. "Jika
kasus ini ada, ini tamparan berat untuk kita semua," jelas Zaenal.
Harry mengungkapkan, ditemukannya kasus
gizi buruk yang tidak jauh dari fasilitas kesehatan juga menggambarkan permasalahan
aksesibilitas, terutama bagi masyarakat kurang mampu yang anaknya kurang gizi.
Permasalahan gizi ini, kata dia, harus ditangani bersama.
Di Kota Depok, Jawa Barat, ditemukan
sedikitnya 199 kasus gizi buruk. Salah satunya adalah Maudi (16 bulan), warga
RT 14, Pancoran Mas. Ketika Republika mengunjungi kediamannya awal April lalu,
tulang rusuk Maudi tampak menonjol dengan wajah yang pucat. "Maudi pernah
diajak ke Panti Perbaikan Gizi (PPG), namun saya tolak karena tidak punya
biaya," ujar Dina, orang tua Maudi.
Bantuan operasional
Bantuan operasional Untuk membantu
memulihkan kasus gizi buruk maupun kurang, pemerintah memberikan dana berupa
bantuan operasional kesehatan (BOK). Dana BOK ini tersebar di 8.737 puskesmas
di seluruh Indonesia. Kementerian Sosial juga akan memberikan bantuan berupa
dana program kesejahteraan sosial anak balita (PKSAB).
Menkes Endang Ra hayu Sedyaningsih
mengatakan, ma salah gizi kurang masih menjadi tantangan serius. Peningkatan
status gizi masyarakat ini juga menjadi salah satu program prioritas dari
delapan fokus prioritas kesehatan. Metrotvnews.com, Mataram: Dinas Kesehatan
Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatat, bayi bawah lima tahun yang menderita
gizi buruk pada 2011 sebanyak 891 orang, lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya
(750 anak).
"Pada bulan Oktober 2011 ada pekan
imunisasi campak yang disertai dengan pemeriksaan kondisi gizi balita. Pada
kegiatan itulah banyak ditemukan penderita gizi buruk. Semakin banyak
ditemukan, maka upaya penanganan bisa dilakukan," kata Kepala Bidang Bina
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB),
Khairul Anwar, Kamis (5/1).
Ia
menyebutkan, balita penderita gizi buruk tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB,
yakni di Kabupaten Sumbawa 266 orang, Lombok Timur 203 orang, Dompu 80 orang,
Lombok Barat 73 orang, Lombok Tengah 73 orang, Lombok Utara 59 orang, Kota
Mataram 53 orang, Kabupaten Bima 40 orang, Kota Bima 31 orang dan Kabupaten
Sumbawa Barat 13 orang.
Menurut Khairul, seluruh balita penderita gizi
buruk sudah mendapat penanganan medis. Ada yang dirawat inap di pusat kesehatan
masyarakat dan rumah sakit milik pemerintah dan ada yang rawat jalan.
Rawat inap dilakukan karena pasien memiliki
penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gizi buruk. Sedangkan yang dirawat
jalan bukan termasuk gizi buruk klinis, mereka diberikan vitamin dan makanan
tambahan yang memiliki kandungan gizi cukup untuk membantu pertumbuhan fisik
dan pemulihan kondisi kesehatan.
No comments:
Post a Comment