BAB
1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hubungan kerja merupakan faktor yang
sangat dominan di dalam suatu organisasi. Oleh karena itu, hubungan kerja harus
secara terus menerus di tingkatkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi
secara optimal.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu organisasi memiliki tujuan. Untuk mencapai tujuan itu, orang-orang atau bagian-bagian yang terkandung di dalam organisasi dan pihak-pihak yang terkait dengan pencapaian tujuan, harus melakukan hubungan kerja dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu organisasi memiliki tujuan. Untuk mencapai tujuan itu, orang-orang atau bagian-bagian yang terkandung di dalam organisasi dan pihak-pihak yang terkait dengan pencapaian tujuan, harus melakukan hubungan kerja dengan sebaik-baiknya.
Pada kegiatan yang lebih luas dalam
kompleks hubungan kerja ini semakin menjadi penting, mengingat dalam era
globalisasi tidak satupun unit kerja atau organisasi yang dapat mencapai tujuan
tanpa melakukan hubungan kerja dengan unit kerja yang lain. Didalam
pemerintahan (Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen) atau Instansi
pemerintah lainnya sebagai suatu organisasi juga mempunyai tujuan. Untuk
mencapai tujuannya seluruh aparat dan bagian yang ada di dalamnya atau
pihak-pihak lain yang terkait perlu mengadakan hubungan kerja. Bahkan lebih
dari itu, semua bagian harus bergerak sebagai satu kesatuan yang terkoordinasi.
Kegiatan hubungan kerja dalam organisasi merupakan bagian integral dan
komprehensif dalam mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.
Aloysius Uwiyono memandang hubungan kerja dalam konteks hukum
Indonesia adalah bahwa hubungan kerja berkaitan dengan hubungan kontraktual
yang dibuat antara pekerja dengan pengusaha. Oleh karenanya hubungan kerja
didasarkan pada perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dan peraturan
perusahaan. Hubungan hukum yang berdasarkan pada hubungan kontraktual
sebenarnya telah dianut di Indonesia sejak berlakunya Burgelijk Wetboek (BW)
atau yang lazim sekarang disebut dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak dalam hukum perdata/hukum privat,
dinyatakan bahwa siapapun yang memenuhi syarat berhak melakukan
perjanjian dengan pihak lain dan perjanjian tersebut berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Dalam hukum perburuhan di Indonesia, harus dibedakan antara
hubungan kerja dengan hubungan industrial. Beberapa negara baik yang termasuk
di dalam sistem hukum Kontinental (Continental Law) maupun Common
Law membedakan kedua bentuk hubungan ini. Judge Bartolome` Rios Salmeron
mengatakan bahwa hubungan kerja (labour relationship) selalu
didasarkan pada adanya perjanjian kerja (labour contract), Sedangkan
Bruce E.Kaufmann menggaris bawahi bahwa walaupun di Amerika Serikat, industrial
relation telah ada sejak akhir tahun 1920an, ada 3 perdebatan yang terjadi
dalam masalah perburuhan berkaitan dengan industrial relation, salah satunya
adalah ketergantungan dan posisi tawar yang lemah dari pekerja maupun serikat
pekerja pada peraturan pemerintah (government regulation in the form
protective labor legislation). Di Jerman, sebagai bagian dari Civil Code,
dalam the Protection Against Dismissal Act and the Employment Promotion Act,
disebutkan bahwa batasan kontrak merupakan hal yang utama dalam labour
relations. Argumen-argumen di atas jelas menekankan perbedaan hubungan
kerja dengan hubungan industrial. Dalam hubungan industrial, tidak terdapat
hubungan hukum akan tetapi peran serta Negara (dalam hal ini Pemerintah) diatur
di dalamnya. Sedangkan dalam konteks hubungan kerja, terdapat hubungan hukum
yang jelas yaitu hubungan hukum privat atau hubungan hukum keperdataaan, karena
hubungan kerja di dasarkan pada kontrak kerja atau perjanjian kerja.
1.2.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian hubungan kerja
2. Untuk
mengetahui prinsip hubungan kerja
BAB
2
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hubungan Kerja
Hubungan kerja, yaitu hubungan antara
pekerja dan pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan
pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan
pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar
upah. Di dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa
hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan
pekerja.
Pengertian perjanjian kerja diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam Pasal 1601 a KUH Perdata disebutkan
kualifikasi agar suatu perjanjian dapat disebut perjanjian kerja. Kualifikasi
yang dimaksud adalah adanya pekerjaan, di bawah perintah, waktu tertentu dan
adanya upah. Kualifikasi mengenai adanya pekerjaan dan di bawah perintah orang
lain menunjukkan hubungan subordinasi atau juga sering dikatakan sebagai
hubungan diperatas (dienstverhouding), yaitu pekerjaan yang dilaksanakan
pekerja didasarkan pada perintah yang diberikan oleh pengusaha.
Undang-undang Nomor 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat
(14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak. Di dalam perjanjian kerja ada 4 unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya
unsur work atau pekerjaan, adanya servis atau pelayanan, adanya unsur time atau
waktu tertentu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Sedangkan
perjanjian kerja akan menjadi sah jika memenuhi ketentuan yang diatur dalam KUH
Perdata yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Arti
kata sepakat adalah bahwa kedua subyek
hukum yang mengadakan perjanjian harus setuju mengenai hal-hal yang pokok
dari perjanjian yang diadakan. Perjanjian tersebut dikehendai secara timbal
balik.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan
Subyek hukum yang membuat perjanjian
harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang harus sudah dewasa atau
akil baliq dan sehat pikirannya disebut cakap menurut hukum. Di dalam
Pasal 1330 KUH Perdata dijelaskan orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian adalah orang yang belum dewasa, mereka yang berada di bawah
pengampuan, dan orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh dan semua
orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu adalah sesuatu
yang diperjanjikan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, paling sedikit
harus ditentukan jenisnya. Barang tersebut harus sudah ada atau sudah berada
atau sudah ada atau berada di tangan si berhutang pada waktu perjanjian dibuat,
tidak diharuskan oleh undang-undang.
4. Sebab yang halal
Sebab yang dimaksud dari suatu
perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Sebagai bagian dari
perjanjian pada umunnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan secara khusus yang
mengatur tentang perjanjian kerja adalah dalam Pasal 52 Ayat (1) UU No 13/2003
tentang Ketenagakerjaaan, yaitu :
1.
Kesepakatan
kedua belah pihak
Kesepakatan keduia belah pihak yang
lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat, seia sekata megenai
hal-hal yang diperjanjikan
2.
Kemampuan
atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
Kemampuan dan kecakapan kedua belah
pihak yang membuat perjanjian maksudnya adalah pihak pekerja maupun pengusaha
cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika
yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan
batasan umur minimal 18 tahun (Pasal 1 Ayat 26) UU No. 13/2003. Selain itu seseorang
dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwa dan
mentalnya
3.
Adanya
pekerjaan yang diperjanjikan
Pekerjaan yang diperjanjikan
merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang
akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Pekerjaan yang
diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Obyek
perjanjian harus halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan
salah satu unsure perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.
Pembedaan mengenai jenis perjanjian kerja, yaitu berdasarkan
perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan untuk
pekerjaan tertentu. Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian
kerja waktu tertentu. Pasal 57 Ayat 1 UU 13/2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus
tertulis dan mempunyai 2 kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT
yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu (Pasal 56 Ayat (2)UU
13/2003). Secara limitatif, Pasal 59 menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat
diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang
sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun,
pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.
Berbeda dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT),yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Masa berlakunya PKWTT berakhir sampai
pekerja memasuki usia pensiun, pekerja diputus hubungan kerjanya, pekerja
meninggal dunia. Bentuk PKWTT adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para
pihak untuk merumuskan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis.
Hanya saja berdasarkan Pasal 63 Ayat (1) ditetapkan bahwa apabila PKWTT dibuat
secara lisan, ada kewajiban pengusaha untuk membuat surat pengangkatan bagi
pekerja/buruh yang bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja
paling lama 3 (tiga) bulan dan dalam hal demikia, pengusaha dilarang untuk
membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Hal ini dijelaskan dalam
Pasal 60 Ayat (1) dan (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
2.2. Permasalahan Yuridis Di dalam
Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja
Hubungan kerja pada masa sekarang ini secara umum disebut
hubungan kerja yang fleksibel, dalam arti hubungan kerja yang terjadi dewasa
ini tidak memberikan jaminan kepastian apakah seseorang dapat bekerja secara
terus menerus dan hal-hal lain yang berkaitan dengan haknya. Fleksibelitas bisa
menyangkut waktu melakukan pekerjaan yang tidak selalu terikat pada jam kerja
yang ditentukan pemberi kerja, juga ditentukan oleh pekerja itu sendiri. Dalam
praktik pada mulanya ditemukan ada 4 jenis hubungan kerja fleksibel, yaitu :
1. Hubungan kerja berdasarkan
perjanjian pengiriman atau peminjaman pekerja
2. Hubungan kerja yang dilaksankan di
rumah
3. Hubungan kerja bebas
4.
Hubungan
kerja berdasarkan panggilan
Pengertian atau definisi outsourcing dalam hubungan kerja
tidak ditemukan dalam UU No.13/2003, akan tetapi di dalam Pasal 64
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem outsourcing adalah hubungan
kerja fleksibek yang berdasarkan pengiriman atau peminjaman pekerja
(uitzenverhouding). Meskipun pekerja tidak mempunyai hubungan kerja dengan
perusahaan pengguna, akan tetapi undang-undang sebenarnya mengatur perlindungan
dan syarat-syarat kerja bagi pekerja dari perusahaan penyedia jasa
sekurang-kurangnya sama dengan pekerja yang berstatus pekerja di
perusahaan pengguna (Pasal 65 Ayat (4) UU 13/2003).
Tidak adanya jaminan kepastian
seseorang dapat bekerja secara terus menerus dalam hubungan kerja yang
dilakukan secara outsourcing timbul karena hubungan kerja menyangkut tiga pihak
yaitu perusahaan pengguna, perusahaan penyedia jasa dan pekerja. Dalam
memberikan suatu pekerjaan bagi pekerja, perusahaan penyedia jasa sangat
tergantung kepada kebutuhan perusahaan pengguna. Model kontrak outsourcing
berpeluang memunculkan sengketa perburuhan, hal ini terjadi karena Indonesia
belum memiliki perangkat hukum yang khusus mengatur mengenai status pekerja
dari perusahaan penyedia jasa. Konfllik hubungan kerja ini bahkan terus
berlanjut hingga terjadi perselisihan hubungan industrial yang dibawa hingga
tingkat kasasi. Pada umumnya dalam beberapa kasus, Pengadilan tidak dapat
memenangkan pekerja outsourcing yang meminta dipekerjakan kembali di perusahaan
pengguna maupun apabila diputus hubungan kerjanya dilakukan prosedur PHK
seperti yang diatur dalam undang-undang karena pada dasarnya secara hukum
hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan
pekerja, bukan dengan perusahaan pengguna. Kalaupun di dalam ketentuan
undang-undang diatur bahwa apabila ternyata pekerja outsourcing tidak dijamin
hak-haknya oleh perusahaan penyedia jasa, kedudukannya beralih menjadi pekerja
di perusahaan pengguna jasa, hal ini tidak serta merta menyebabkan kedudukan
mereka secara yuridis dapat berubah.
Pro kontra pekerja outsourcing ini sampai sekarang menjadi
dilematis karena di satu sisi secara efisiensi, pekerja outsourcing dipandang
pengusaha sebagai salah satu jalan ke luar dalam mencari tenaga kerja yang aman
dan di sisi lain kedudukan bagi pekerja dengan bekerja secara outsourcing tidak
menentu terutama oleh karena hampir secara keseluruhan, pekerja outsourcing
bekerja dengan dasar PKWT. Hampir di semua lini pekerjaan dapat dimasuki oleh
pekerja outsourcing dewasa ini termasuk pekerjaan pokok, yang sebenarnya
dilarang oleh UU 13/2003. Oleh karena terikat PKWT, maka sudah menjadi rahasia
umum jika pekerja outsourcing masuk, ke luar dan kembali lagi bekerja di
perusahaan pengguna yang sama bertahun-tahun dengan sistem outsourcing.
Permasalahan lain dalam hubungan hukum berupa hubungan kerja
adalah mengenai sanksi UU No. 13/2003 tidak memuat mengenai sanksi terhadap
pelanggaran ketentuan pasal-pasal yang mengatur mengenai perjanjian kerja. Hal
ini secara yuridis disadari amat rawan bagi pekerja untuk menuntut hak-haknya secara
hukum, apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan perjanjian kerja dalam
undang-undang tersebut. Oleh karenanya wajar apabila terjadi pekerja yang bekerja
terus menerus dengan sistem kontrak yang diperbaharui, atau bahkan kemudian
dialihkan menjadi pekerja outsourcing yang konsekuensi sanksi hukumnya lebih
mudah dihindari oleh perusahaan pengguna.
Beberapa kasus-kasus pemutusan hubungan kerja bagi pekerja
yang bekerja berdasarkan sistem kontrak atau PKWT, sering tidak mendapat
penyelesaian kompensasi PHK berdasarkan UU 13/2003. Pada banyak kasus, hampir
semua kembali kepada Pasal 1247KUH Perdata yang mengatur ganti rugi bagi
perusahaan yang wanprestasi atau tidak melaksanakan isi perjanjian kerja (dalam
hal ini pengusaha memutus kontrak walaupun jangka waktu perjanjian kerja belum
berakhir), sifat ganti rugi ini tergantung pula pada kebijakan masing-masing
perusahaan. Hal ini menyebabkan kedudukan pekerja tersebut juga tidak mendapat
kepastian hukum yang kuat.
2.3 Maksud dan Tujuan Hubungan Kerja
Maksud adalah suatu pernyataan untuk apa sesuatu harus
dilakukan dan manfaat apa yang dapat ditarik dari suatu kegiatan. Sedangkan
tujuan adalah hasil akhir dari suatu kegiatan yang mempunyai maksud tertentu.
a. Maksud Hubungan kerja di organisasi dimaksudkan agar
organisasi dapat :
- Membangkitkan kesadaran pada setiap orang dan setiap manajer bahwa kedudukan, fungsi dan pekerjaannya berkaitan denga kedudukan, fungsi dan pekerjaan pihak lainnya sehingga merasa bahwa kedudukan, fungsi dan pekerjaannya tidak lepas dari yang lain.
- Membangkitkan kesadaran pada setiap orang dan setiap manajer bahwa kedudukan, fungsi dan pekerjaannya berkaitan denga kedudukan, fungsi dan pekerjaan pihak lainnya sehingga merasa bahwa kedudukan, fungsi dan pekerjaannya tidak lepas dari yang lain.
- Memelihara dan mengembangkan saling pengertian di antara
pejabat di dalam organisasi sehingga dapat menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya
memerlukan bantuan pihak lain dan sebaliknya dirinya memerlukan bantuan pihak
lain sehingga timbul semangat kerjasama dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
- Memelihara dan mengembangkan semangat persatuan pada setiap orang karena tugas dirinya dan tugas pihak lain di dalam organisasi merupakan bagian-bagian dari tugas yang lebih besar sehingga setiap tugas berkaitan erat dan pelaksanaannya perlu saling mendukung.
- Memelihara dan mengembangkan semangat persatuan pada setiap orang karena tugas dirinya dan tugas pihak lain di dalam organisasi merupakan bagian-bagian dari tugas yang lebih besar sehingga setiap tugas berkaitan erat dan pelaksanaannya perlu saling mendukung.
- Menumbuhkan sikap para pelaksana untuk mematuhi peraturan
yang mengatur hubungan kerja antar unit organisasi dan antar organisasi dalam
suatu sistem baik pemerintahan maupun perusahaan.
b. Tujuan
Hubungan kerja di dalam organisasi
mempunyai tujuan terciptanya kemudahan serta kelancaran pelaksanaan tugas
pekerjaan setiap orang dan setiap unit karena adanya kesadaran bahwa setiap
orang atau unit lain serta timbulnya semangat saling bantu. Hubungan kerja
timbul dan sangat dibutuhkan sebagai konsekuensi adanya upaya untuk mencapai
tujuan organisasi secara efektif dan efisien melalui pembagian tugas.
Tugas-tugas ini diwadahan dalam unit-unit sebagai pelaksana dan penanggung
jawab satu atau beberapa fungsi. Dengan demikian setiap unit mempunyai sasaran.
Akan tetapi semua pihak dalam organisasi, terutama para pimpinan sangat
berkepentingan agar semua unit beserta seluruh petugas dan kegiatannya termasuk
sumber-sumber lainnya dapat berjalan terpadu, serasi dan selaras dalam mencapai
tujuan dan sasaran bersama.
Dari uraian tersebut diatas, jelas bahwa tujuan hubungan kerja adalah terwujudnya keterpaduan, keserasian dan keselarasan kegiatan-kegiatan seluruh unit beserta komponen-komponen yang berkaitan dalam pencapaian sasaran dan tujuan organisasi.
Dari uraian tersebut diatas, jelas bahwa tujuan hubungan kerja adalah terwujudnya keterpaduan, keserasian dan keselarasan kegiatan-kegiatan seluruh unit beserta komponen-komponen yang berkaitan dalam pencapaian sasaran dan tujuan organisasi.
Sebagai suatu cara agar dapat terwujudnya
hubungan kerja antara kegiatan dari suatu satuan kerja yang satu dengan yang
lainnya, sehingga terdapat suatu kesatuan gerak dan langkah dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Lebih rinci dapat diuraikan bahwa hubungan kerja mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut :
Lebih rinci dapat diuraikan bahwa hubungan kerja mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut :
- Terwujud keterpaduan dan meningkatkan kerjasama antara
atasan dan bawahan, dan antar sesame anggota organisasi,
- Bersikap tanggap terhadap setiap informasi yang diterima
dan menolak berbagai masalah yang dihadapi,
- Meningkatkan partisipasi dalam merumuskan
kebijaksanaan dalam ruang lingkup tugasnya,
- Menciptakan
kondisi organisasi yang lebih baik,
- Meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktifitas kerja yang tinggi,
- Memperbaiki kekurangan dan memberikan perhatian kepada individu dan kelompok organisasi,
- Meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktifitas kerja yang tinggi,
- Memperbaiki kekurangan dan memberikan perhatian kepada individu dan kelompok organisasi,
- Mengintegrasikan
tercapainya tujuan pribadi dan organisasi,
- Memastikan adanya kesatuan gerak dalam organisasi,
- Saling berkomunikasi dan bantu membantu antar pejabat atau unit,
- Menjamin kesatuan kebijaksanaan untuk hal-hal yang sama,
- Menghindarkan kecendrungan merasa “paling penting” dalam organisasi,
- Memelihara dan mengembangkan saling pengertian diantara para pelaksana, sehingga dapat menumbuhkan kerjasama dalam pelasanaan tugas masing-masing,
- Memelihara dan mengembangkan saling memenuhi, sehingga kontak atas dasar kebijaksanaan dan saling membantu antara pihak-pihak yang tugasnya saling berkaitan,
- Menumbuhkan sikap para pelaksana untuk mematuhi peraturan yang mengatur hubungan kerja antar instansi.
- Memastikan adanya kesatuan gerak dalam organisasi,
- Saling berkomunikasi dan bantu membantu antar pejabat atau unit,
- Menjamin kesatuan kebijaksanaan untuk hal-hal yang sama,
- Menghindarkan kecendrungan merasa “paling penting” dalam organisasi,
- Memelihara dan mengembangkan saling pengertian diantara para pelaksana, sehingga dapat menumbuhkan kerjasama dalam pelasanaan tugas masing-masing,
- Memelihara dan mengembangkan saling memenuhi, sehingga kontak atas dasar kebijaksanaan dan saling membantu antara pihak-pihak yang tugasnya saling berkaitan,
- Menumbuhkan sikap para pelaksana untuk mematuhi peraturan yang mengatur hubungan kerja antar instansi.
2.4 Prinsip Hubungan Kerja
Prinsip di dalam manajemen adalah suatu
aturan umum yang harus diikuti bila hubungan kerja ingin mendapat hasil yang
baik. Hubungan kerja bila ingin berhasil memerlukan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a. Spesialisasi tugas dan kerja yang jelas dari setiap orang
dan unit sebagai bagian dari tugas dan kerja organisasi.
b. Pengenalan spesialisasi tugas oleh setiap pihak dalam
organisasi sehingga masing-masing akan mengetahui dengan siapa dirinya harus
melakukan hubungan untuk membantu atau minta bantuan.
c. Saling pengertian antara unit kerja sehingga adanya saling
bantu.
d. Semangat kerjasama antar unit untuk mendorong kegiatan saling bantu.
e. Disiplin terhadap peraturan termasuk prosedur kerja sebagai arah untuk melakukan interaksi dalam saling bantu.
d. Semangat kerjasama antar unit untuk mendorong kegiatan saling bantu.
e. Disiplin terhadap peraturan termasuk prosedur kerja sebagai arah untuk melakukan interaksi dalam saling bantu.
Untuk lebih memudahkan mengingat
prinsip-prinsip ini maka jembatan keledai yang dapat diikuti adalah :
H indarkan sifat egoisme agar kondusif dalam
melakukan hubungan,
U raian pekerjaan harus jelas secara tertulis sebagai pedoman hubungan,
B angkitkan semangat kerjasama antar orang dan antar unit kerja,
U kuran tingkat kinerja individu maupun kelompok harus ditetapkan,
U raian pekerjaan harus jelas secara tertulis sebagai pedoman hubungan,
B angkitkan semangat kerjasama antar orang dan antar unit kerja,
U kuran tingkat kinerja individu maupun kelompok harus ditetapkan,
N orma-norma
kerja harus dipatuhi oleh semua pihak,
G unakan semua sumber sesuai standar pemanfaatannya agar efisien,
A ntisipasi semua hambatan yang mungkin timbul dalam hubungan,
N on kompromis dengan masalah yang menghambat hubungan kerja,
K inerja standar harus sesuai dengan kemampuan orang dan sumber,
E valuasi secara berkala pelaksanaan hubungan kerja antar pegawai,
R otasi dapat dilakukan bila hubungan kerja selalu terganggu oleh ulah pegawai,
J elas tuntutan disiplin orang terhadap aturan formal organisasi,
A tur spesialisasi dan uraian pekerjaan kedalam bentuk tertulis.
G unakan semua sumber sesuai standar pemanfaatannya agar efisien,
A ntisipasi semua hambatan yang mungkin timbul dalam hubungan,
N on kompromis dengan masalah yang menghambat hubungan kerja,
K inerja standar harus sesuai dengan kemampuan orang dan sumber,
E valuasi secara berkala pelaksanaan hubungan kerja antar pegawai,
R otasi dapat dilakukan bila hubungan kerja selalu terganggu oleh ulah pegawai,
J elas tuntutan disiplin orang terhadap aturan formal organisasi,
A tur spesialisasi dan uraian pekerjaan kedalam bentuk tertulis.
BAB
3
P E N U T U P
P E N U T U P
3.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah:
a)
Dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara
pengusaha dengan pekerja.
b)
Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu :
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Di dalam
perjanjian kerja ada 4 unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya unsur work atau pekerjaan,
adanya servis atau pelayanan, adanya unsur time atau waktu tertentu, suatu hal
tertentu dan suatu sebab yang halal.
c)
Prinsip dalam hubungan kerja antara lain : (1)
Spesialisasi tugas dan kerja yang jelas dari setiap orang dan unit sebagai
bagian dari tugas dan kerja organisasi; (2) Pengenalan spesialisasi tugas oleh
setiap pihak dalam organisasi sehingga masing-masing akan mengetahui dengan
siapa dirinya harus melakukan hubungan untuk membantu atau minta bantuan; (3)
Saling pengertian antara unit kerja sehingga adanya saling bantu;
(4) Semangat kerjasama antar unit untuk mendorong kegiatan saling bantu; (5) Disiplin terhadap peraturan termasuk prosedur kerja sebagai arah untuk melakukan interaksi dalam saling bantu.
(4) Semangat kerjasama antar unit untuk mendorong kegiatan saling bantu; (5) Disiplin terhadap peraturan termasuk prosedur kerja sebagai arah untuk melakukan interaksi dalam saling bantu.
3.2 Saran
Perlu pemahaman tentang
hubungan kerja bagi para pengusaha dan tenaga kerja, untuk mengindari adanya
kerugian dan menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan baik untuk pihak
pengusaha maupun tenaga kerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Opik.
2009. Hubungan Kerja di Lingkungan Pemerintah.
Diakses
pada tanggal 06 September 2014.
Suma’mur. 2008.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Penerbit Nuansa Aulia. Bandung.
Yuriko,
A. 2011. Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja. Artikel.
Diakses pada tanggal 06 September
2014.
SILAHKAN DOWNLOAD UNTUK MENDAPAT POWERPOINTNYA DISINI!!!
sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.
SILAHKAN DOWNLOAD UNTUK MENDAPAT POWERPOINTNYA DISINI!!!
sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.
No comments:
Post a Comment