Monday 2 November 2015

PENGERTIAN,DIAGNOSA, EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau chronic obstructie airway disease (COAD) adalah istilah gangguan progresit lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma  (Davey,2002:181).
PPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang menyebabkan 26.000 kematian/tahun di Inggris. Prevalesinya adalah ≥ 600.000. Angka ini lebih tinggi di negara maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula (Davey,2002:181). The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan jumlah penderita PPOK sedang berat di negara-negara Asia Pasific mencapai 56,6 juta penderita dengan angka pravalensi 6,3 persen (Kompas,2006).
Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko seperti faktor pejamu yang di duga berhubungan dengan kejadian PPOK semakin banyaknya jumlah perokok kususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Di America Serikat di butuhkan dana sekitar 32 juta  US$ dalam setahun dalam menanggulangi penyakit ini ,dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Hasil survey penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan Pl di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur, lampung dan sumatra selatan) pada tahun 2004 , menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma brokial (33%), kangker paru (30%) dan lainya (2%) (depkes RI2004). Oleh karena itu, penulis menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan PPOK” diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam pencegahan PPOK.
Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk (2008), di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%. Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.


BAB 2
ISI
2.1. Defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal CPOD adalah asma bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung Disease ( Somantri, 2008:49).
Penyakit paru obtruktif kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk kelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran fatofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, empisema paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan etiologi sekuensial antara brongkitis kronik dan empisema tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara k-2 penyakit itu dengan asma, hubungan ini nyata sekali dengan etiologi, patogenesis dan pengobatan yang akan diberikan. (Siia dan Wilson, 2003:784)
Penyakit paru-paru obtruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik atau menahun (PPOM) yang ditandai dengan yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi menahun atau penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu kumpulan penyakit paru yang menahun yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru.

2.2. Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari eksaserbasi PPOK. Namun, polusi udara, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi nonpulmonal, dan pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebabkan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien. Meskipun ada data epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan peningkatan ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat menyebabkan eksaserbasi PPOK akut, dan dalam satu penelitian terbaru, Emboli Pulmonal sebesar 8,9 %, menunjukkan pasien rawat inap dengan eksaserbasi PPOK.
Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli.  Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
 Defisiensi protein alfa-1-antitripsin Tubuh menghasilkan, yang memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana seseorang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada awal usia pertengahan (terutama pada perokok).
2.3. Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.
2.3.1. Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko pada PPOK meliputi :
a.       Genetik
α-1-antitripsin (AAT) adalah sejenis protein yang berperan sebagai inhibitor diproduksi di hati dan bekerja pada paru-paru. Seseorang dengan kelainan genetic kekurangan enzim tersebut maka akan berpeluang lebih besar untuk terserang PPOK. Enzim ini bekerja dengan menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada saat terjadi peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, sehingga kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah.
b.      Partikel
Setiap jenis partikel tergantung ukuran dan komposisinya akan memberikan kontribusi yang berbeda terhadap risiko yang terjadi. Dari banyaknya partikel yang terhirup selama seumur hidup akan meningkatkan risiko berkembangnya PPOK.
·         Asap tembakau
Asap rokok merupakan faktor risiko utama penyebab terjadinya PPOK. Perokok mempunyai prevalensi lebih tinggi mengalami gangguan pernapasan (GOLD, 2006). Menurut  buku Report of the WHO expect Commite on smoking  control, merokok adalah penyebab utama timbulnya bronkritis kronis dan emfisema paru. Terdapat hubungan yang erta antara merokok dan penurunan VEP  ( Tekanan volume ekspirasi ) dalam 1 detik. Secara patologis merokok akan menyebabkan hyperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasis skuamus epitel saluran pernapasan dan bronko konstrruksi akut. Selain itu merokok juga dapat menyebabkan inhibisi aktifitas sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan ( price dan wilson 2006 ; Ignatavicius dan workman,2006).
·         Debu dan bahan kimia
Debu organik, non organik, bahan kimia dan asap merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang terserang PPOK. Dalam sebuah survei yang dilakukan American Thoracic society para pekerja yang terpepar debu dan  bahan kimia diperkirakan 10-20% mengalami gangguan fungsional paru karena terserang PPOK (GOLD,2006).
·         Polusi dalam rumah
Polusi udara didalam ruangan disebabkan leh pengangguran biomassa termasuk batu bara, kayu, kotoran hewan, dan sisa tanaman yang dibakar dalam api terbuka di dalam tempat tinggal dengan ventilasi yang buruk. Penggunaan batu bara sebagai sumber energi untuk memasak,pemanas dan kebutuhan rumah tangga lainnya meningkatkan risiko terjadinya PPOK. Pembakaran kayu dan bahan bakar biomassa lainnya diperkirakan membunuh dua juta perempuan dan anak-anak setiap tahun (GOLD,2006).
·         Polusi dilur rumah
Tingginya kadar polusi udara didaerah perkotaan berbahaya bagi individu terutama pembakaran dari bahan bakar kenderaan, bila ditambah dengan merokok akan meningkatkan risiko terjadinya PPOK. Zat-zat kimia yang juga dapat menyebabkan bronkitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat pengoksidasi N20. Hidrokarbon,aldehid dan ozon ( price, dan wilson,2006 ; GOLD 2006)
c.       Pertumbuhan  dan perkembangan paru
Pertumbuhan dan perkembangan paru terkait dengan proses yang terjadi selama kehamilan,kelahiran dan proses tumbuh kembang. Setiap faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru-paru selama kehamilan dan kembang anak akan memiliki potensi untu meningkatkan risiko terserang PPOK. Dalam sebuah penelitian terdapat hubungan posotif antara berat lahir dan fungsi paru yang akan berdampak pada saat seseorang setelh dewasa (GOLD,2006).
d.      Stres oksidasi
Paru-paru yang terpapar oksidan secara terus menerus baik yang berasal dari endogen ( sel fagosit dan jenis lainnya) ataupun secara oksigen ( polusi udara dan merokok) akan beresiko lebih tinggi terserang PPOK. Di dalam paru terdapat kesimbangan antara enzi proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak ada kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan akan enimbulkan kerusakan jaringan elastik paru. Arsitektur  paru akan brubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel PMN ( polymorphonuclear) dan makrofag alveolar PAM (Pulmonary Alveolar Macrophage). Perangsangan pada paru anatara lain oleh asap rokok dan infeksi, menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktifitas sistem anti elastase akan menimbulkan kerusakan jaringam elastase paru dan kemudain emfisema (GOLD,2006).


e.       Gender
Peran gender dalam menentukan risiko PPOK masih belum jelas. Dimasa lalu penelitianmenunjukan prevalensi dan kematian pada PPOK lebih besar terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Pada penelitian beberapa negara akhir-akhir ini prevalensi penyakit ini sekarang hanmpir sama antara laki-laki dan perempuan, yang mungkin mencerminkan perubahan gaya hidu merokok dengan menggunakan tembakau (GOLD,2006).
f.       Infeksi
Infeksi oleh virus dan bakteri memberikan kontribusi dalam berkembangnya PPOK. Riwayat infeksi pernafasan pada anak-anak telah berhubungan dengan fungsi paru-paru yang berkurang dan meningkatnya gejala pernafasan saat dewasa. Infeksi saluran pernafasan bagisan atas pada seorang pasien bronkitis kronik hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, sert menambah kerusakan paru. Eksaserbasi bronkitis kronik disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang disolasi paling banyak adalah Haemophilus Influenzae dan Streptococus Pneumonia ( Price & Wilson,2006 ;Ignatavicius & Workmaan 2006;GOLD,2006).
g.       Status sosial ekonomi
Dalam sebuah penelitian menyebutkan risiko PPOK berkembang berbanding terbalik dengan status sosial ekonomi.  Kematian pada pasien bronkitis kronis ternyata terjadi lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah. Pola ini diperkirakan mencerminkan udara yang buruk, kepadatan lingkungan, gizi buruk sebagai faktor berkaitan denan sosial ekonomi yang rendah (Price & wilson,2006;GOLD,2006).
h.      Nutrisi
Seseorang dengan gizi buruk,malnutrisi an penurunan berat badan dapat mengurangi kekuatan massa otot pernafasan dan daya tahan tubuh. Dalam sebuah penelitian terdapat hubungan antara emfisme. Penelitian lainnya menyebutkan seorang wanita dengan kekurangan gizi kronis karena anoreksia nervosa pada gambaran CT Scan parunya menunjukkan terjadinya emfisema (GOLD,2006).




2.3.2. Diagnosa
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Termasuk Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
-    VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
-    Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
-  Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
-  Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
-  Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin
     Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
§  Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar
§  Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
-    CT - Scan resolusi tinggi
-    Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
-    Scan ventilasi perfusi àMengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
2.3.3. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu :








Tabel 1 . Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 2006

2.4. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Nutrisi
5. Rehabilitasi

1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktivitas optimal
4. Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
-    Macam obat dan jenisnya
-    Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
-    Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlu saja )
-    Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
-    Kapan oksigen harus digunakan
-    Berapa dosisnya
-    Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
-    Batuk atau sesak bertambah
-    Sputum bertambah
-    Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II :amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III /IV injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktivitas
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
4. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
5. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisik yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan meningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Endurance exercise
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan. Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.
Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.
Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
- Pakaian longgar dan ringan
Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat
Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.
2.5. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.      Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara
2.      Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
3. Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara yang lazim, diantaranya:
a.  Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat, mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).
b.  Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda
bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM) dan karsinoma paru. Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok.






BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menahun yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal CPOD adalah asma bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung Disease ( Somantri, 2008:49).Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebabkan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien.
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.    Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara
2.    Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut
3.    Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara yang lazim, diantaranya:
a.  Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
b.  Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda.

SILAHKAN DOWNLOAD POWERPOINT DISINI ^_^

sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.

No comments:

Post a Comment