BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
atau chronic obstructie airway disease (COAD) adalah istilah gangguan
progresit lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap
atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel
pada asma (Davey,2002:181).
PPOK merupakan masalah kesehatan utama
di masyarakat yang menyebabkan 26.000 kematian/tahun di Inggris. Prevalesinya
adalah ≥ 600.000. Angka ini lebih tinggi di negara maju, daerah perkotaan,
kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula (Davey,2002:181). The
Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan jumlah penderita PPOK
sedang berat di negara-negara Asia Pasific mencapai 56,6 juta penderita dengan
angka pravalensi 6,3 persen (Kompas,2006).
Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor resiko seperti faktor pejamu yang di duga berhubungan
dengan kejadian PPOK semakin banyaknya jumlah perokok kususnya pada kelompok
usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan
di tempat kerja.
Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK
menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia sedangkan pada
tahun 2002 telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker (WHO,2002). Di America Serikat di butuhkan dana sekitar 32 juta
US$ dalam setahun dalam menanggulangi penyakit ini ,dengan jumlah pasien
sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Hasil survey
penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan Pl di 5 rumah sakit
provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur, lampung dan sumatra
selatan) pada tahun 2004 , menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakitan (35%), diikuti asma brokial (33%), kangker paru (30%) dan
lainya (2%) (depkes RI2004). Oleh karena itu, penulis menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan
PPOK” diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui
tentang penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi
pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam
pencegahan PPOK.
Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk (2008), di ruang
rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007
menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua
adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas
perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%. Kebanyakan pasien
PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki
dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun
2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan
hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan
kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga
lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok
pasif.
BAB
2
ISI
ISI
2.1.
Defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK)
atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal CPOD adalah asma bronkhial, bronkhitis kronis dan
emfisema paru. Penyakit ini sering di sebut dengan chronic Air flow
Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung Disease ( Somantri,
2008:49).
Penyakit paru obtruktif kronik (COPD)
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk kelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
fatofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, empisema paru dan asma bronkial
membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan etiologi sekuensial antara
brongkitis kronik dan empisema tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara k-2
penyakit itu dengan asma, hubungan ini nyata sekali dengan etiologi,
patogenesis dan pengobatan yang akan diberikan. (Siia dan Wilson, 2003:784)
Penyakit paru-paru obtruktif kronik
(PPOK) adalah penyakit paru kronik atau menahun (PPOM) yang ditandai dengan
yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi menahun atau penyakit paru obstruksi
kronis adalah suatu kumpulan penyakit paru yang menahun yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi
paru.
2.2. Etiologi Penyakit Paru
Obstruktif Kronik
Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari
eksaserbasi PPOK. Namun, polusi udara, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi
nonpulmonal, dan pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti
yang menunjukkan bahwa setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh
infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebabkan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan
5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan oleh lebih dari satu patogen
menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien. Meskipun ada data
epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan
peningkatan ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit,
mekanisme yang terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga
dapat menyebabkan eksaserbasi PPOK akut, dan dalam satu penelitian terbaru,
Emboli Pulmonal sebesar 8,9 %, menunjukkan pasien rawat inap dengan eksaserbasi
PPOK.
Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan
peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama, bisa terjadi
kerusakan yang menetap.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
Defisiensi
protein alfa-1-antitripsin Tubuh menghasilkan, yang memegang peranan
penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil estalase. Ada suatu
penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana seseorang tidak memiliki
atau hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada
awal usia pertengahan (terutama pada perokok).
2.3. Epidemiologi Penyakit Paru
Obstruktif Kronik
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000
penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding
1. Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup
kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.
2.3.1.
Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal
yang berhubungan dan atau yang menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau
kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor
perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko pada PPOK
meliputi :
a. Genetik
α-1-antitripsin
(AAT) adalah sejenis protein yang berperan sebagai inhibitor diproduksi di hati
dan bekerja pada paru-paru. Seseorang dengan kelainan genetic kekurangan enzim
tersebut maka akan berpeluang lebih besar untuk terserang PPOK. Enzim ini
bekerja dengan menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada saat
terjadi peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, sehingga
kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah.
b.
Partikel
Setiap
jenis partikel tergantung ukuran dan komposisinya akan memberikan kontribusi
yang berbeda terhadap risiko yang terjadi. Dari banyaknya partikel yang
terhirup selama seumur hidup akan meningkatkan risiko berkembangnya PPOK.
·
Asap
tembakau
Asap rokok merupakan faktor
risiko utama penyebab terjadinya PPOK. Perokok mempunyai prevalensi lebih
tinggi mengalami gangguan pernapasan (GOLD, 2006). Menurut buku Report
of the WHO expect Commite on smoking
control, merokok adalah penyebab utama timbulnya bronkritis kronis
dan emfisema paru. Terdapat hubungan yang erta antara merokok dan penurunan
VEP ( Tekanan volume ekspirasi ) dalam 1
detik. Secara patologis merokok akan menyebabkan hyperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasis skuamus epitel saluran pernapasan dan bronko konstrruksi
akut. Selain itu merokok juga dapat menyebabkan inhibisi aktifitas sel rambut
getar, makrofag alveolar dan surfaktan ( price dan wilson 2006 ; Ignatavicius
dan workman,2006).
·
Debu
dan bahan kimia
Debu organik, non organik, bahan
kimia dan asap merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang
terserang PPOK. Dalam sebuah survei yang dilakukan American Thoracic society
para pekerja yang terpepar debu dan
bahan kimia diperkirakan 10-20% mengalami gangguan fungsional paru
karena terserang PPOK (GOLD,2006).
·
Polusi
dalam rumah
Polusi udara didalam ruangan
disebabkan leh pengangguran biomassa termasuk batu bara, kayu, kotoran hewan,
dan sisa tanaman yang dibakar dalam api terbuka di dalam tempat tinggal dengan
ventilasi yang buruk. Penggunaan batu bara sebagai sumber energi untuk
memasak,pemanas dan kebutuhan rumah tangga lainnya meningkatkan risiko
terjadinya PPOK. Pembakaran kayu dan bahan bakar biomassa lainnya diperkirakan
membunuh dua juta perempuan dan anak-anak setiap tahun (GOLD,2006).
·
Polusi
dilur rumah
Tingginya kadar polusi udara
didaerah perkotaan berbahaya bagi individu terutama pembakaran dari bahan bakar
kenderaan, bila ditambah dengan merokok akan meningkatkan risiko terjadinya
PPOK. Zat-zat kimia yang juga dapat menyebabkan bronkitis adalah zat pereduksi
seperti O2, zat pengoksidasi N20. Hidrokarbon,aldehid dan ozon ( price, dan
wilson,2006 ; GOLD 2006)
c.
Pertumbuhan dan perkembangan paru
Pertumbuhan dan perkembangan paru
terkait dengan proses yang terjadi selama kehamilan,kelahiran dan proses tumbuh
kembang. Setiap faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru-paru selama kehamilan
dan kembang anak akan memiliki potensi untu meningkatkan risiko terserang PPOK.
Dalam sebuah penelitian terdapat hubungan posotif antara berat lahir dan fungsi
paru yang akan berdampak pada saat seseorang setelh dewasa (GOLD,2006).
d.
Stres
oksidasi
Paru-paru yang terpapar oksidan
secara terus menerus baik yang berasal dari endogen ( sel fagosit dan jenis
lainnya) ataupun secara oksigen ( polusi udara dan merokok) akan beresiko lebih
tinggi terserang PPOK. Di dalam paru terdapat kesimbangan antara enzi
proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak ada kerusakan jaringan.
Perubahan keseimbangan akan enimbulkan kerusakan jaringan elastik paru.
Arsitektur paru akan brubah dan timbul
emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel PMN (
polymorphonuclear) dan makrofag alveolar PAM (Pulmonary Alveolar Macrophage).
Perangsangan pada paru anatara lain oleh asap rokok dan infeksi, menyebabkan
elastase bertambah banyak. Aktifitas sistem anti elastase akan menimbulkan
kerusakan jaringam elastase paru dan kemudain emfisema (GOLD,2006).
e.
Gender
Peran gender dalam menentukan
risiko PPOK masih belum jelas. Dimasa lalu penelitianmenunjukan prevalensi dan
kematian pada PPOK lebih besar terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Pada
penelitian beberapa negara akhir-akhir ini prevalensi penyakit ini sekarang
hanmpir sama antara laki-laki dan perempuan, yang mungkin mencerminkan
perubahan gaya hidu merokok dengan menggunakan tembakau (GOLD,2006).
f.
Infeksi
Infeksi oleh virus dan bakteri
memberikan kontribusi dalam berkembangnya PPOK. Riwayat infeksi pernafasan pada
anak-anak telah berhubungan dengan fungsi paru-paru yang berkurang dan
meningkatnya gejala pernafasan saat dewasa. Infeksi saluran pernafasan bagisan
atas pada seorang pasien bronkitis kronik hampir selalu menyebabkan infeksi
paru bagian bawah, sert menambah kerusakan paru. Eksaserbasi bronkitis kronik
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan
infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang disolasi paling banyak adalah
Haemophilus Influenzae dan Streptococus Pneumonia ( Price & Wilson,2006
;Ignatavicius & Workmaan 2006;GOLD,2006).
g.
Status
sosial ekonomi
Dalam sebuah penelitian
menyebutkan risiko PPOK berkembang berbanding terbalik dengan status sosial
ekonomi. Kematian pada pasien bronkitis
kronis ternyata terjadi lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah. Pola
ini diperkirakan mencerminkan udara yang buruk, kepadatan lingkungan, gizi
buruk sebagai faktor berkaitan denan sosial ekonomi yang rendah (Price &
wilson,2006;GOLD,2006).
h.
Nutrisi
Seseorang dengan gizi buruk,malnutrisi
an penurunan berat badan dapat mengurangi kekuatan massa otot pernafasan dan
daya tahan tubuh. Dalam sebuah penelitian terdapat hubungan antara emfisme.
Penelitian lainnya menyebutkan seorang wanita dengan kekurangan gizi kronis
karena anoreksia nervosa pada gambaran CT Scan parunya menunjukkan terjadinya
emfisema (GOLD,2006).
2.3.2.
Diagnosa
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa
gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
1.
Gambaran Klinis
a.
Anamnesis
Termasuk Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi
-
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
-
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
-
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
-
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
-
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
-
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b.
Pemeriksaan fisik
•
Inspeksi
-
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
-
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
-
Penggunaan otot bantu napas
-
Hipertropi otot bantu napas
-
Pelebaran sela iga
-
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher
dan edema tungkai
-
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink
puffer
Gambaran
yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed
– lips breathing
Pursed
- lips breathing
Adalah
sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
Blue
bloater
Gambaran
khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
•
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
•
Perkusi
Pada
emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
•
Auskultasi
-
suara napas vesikuler normal, atau melemah
-
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
-
ekspirasi memanjang
-
bunyi jantung terdengar jauh
2.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan rutin
1.
Faal paru
•
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
-
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
-
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
-
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
•
Uji bronkodilator
-
Dilakukan dengan menggunakan spirometri,
bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah
pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml
-
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2.
Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3.
Radiologi
Foto
toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada
emfisema terlihat gambaran :
§
Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang
retrosternal melebar
§
Diafragma mendatar Jantung
menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada
bronkitis kronik :
•
Normal
•
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b.
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1.
Faal paru
-
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
-
DLCO menurun pada emfisema
-
Raw meningkat pada bronkitis kronik
-
Sgaw meningkat
-
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2.
Uji latih kardiopulmoner
-
Sepeda statis (ergocycle)
-
Jentera (treadmill)
-
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3.
Uji provokasi bronkus
Untuk
menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
4.
Uji coba kortikosteroid
Menilai
perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
5.
Analisis gas darah
Terutama
untuk menilai :
-
Gagal napas kronik stabil
-
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6.
Radiologi
-
CT - Scan resolusi tinggi
-
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
-
Scan ventilasi perfusi àMengetahui fungsi respirasi paru
7.
Elektrokardiografi
Mengetahui
komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.
8.
Ekokardiografi
Menilai
fungsi jantung kanan
9.
Bakteriologi
Pemerikasaan
bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
2.3.3. Klasifikasi
Berdasarkan Global
Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK
dibagi atas 4 derajat yaitu :
Tabel 1 . Klasifikasi
PPOK berdasarkan GOLD 2006
|
2.4. Penatalaksanaan
Tujuan
penatalaksanaan :
-
Mengurangi gejala
-
Mencegah eksaserbasi berulang
-
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
-
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan
secara umum PPOK meliputi :
1.
Edukasi
2.
Obat - obatan
3.
Terapi oksigen
4.
Nutrisi
5.
Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari
edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1.
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2.
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3.
Mencapai aktivitas optimal
4.
Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan
berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri
maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat,
bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif
edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena
memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan
derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan
adalah
1.
Pengetahuan dasar tentang PPOK
2.
Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3.
Cara pencegahan perburukan penyakit
4.
Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5.
Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat
dilaksanakan ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut :
1.
Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu
diagnosis PPOK ditegakkan
2.
Pengunaan obat - obatan
-
Macam obat dan jenisnya
-
Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
-
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu
atau kalau perlu saja )
-
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3.
Penggunaan oksigen
-
Kapan oksigen harus digunakan
-
Berapa dosisnya
-
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4.
Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5.
Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda
eksaserbasi :
-
Batuk atau sesak bertambah
-
Sputum bertambah
-
Sputum berubah warna
6.
Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7.
Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.
Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak
terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.
Pemberian
edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
-
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari
pencetus, antara lain berhenti merokok
-
Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
-
Menggunakan obat dengan tepat
-
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
-
Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
-
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
-
Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
-
Penggunaan oksigen di rumah
2. Obat - obatan
a.
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat
tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek
panjang ( long acting ).
Macam
- macam bronkodilator :
-
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari
).
-
Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
-
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping
itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
-
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang,
terutama
pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg
c.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan :
-
Lini I : amoksisilin, makrolid
-
Lini II :amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
Perawatan
di Rumah Sakit dapat dipilih
-
Amoksilin dan klavulanat
-
Sefalosporin generasi II & III /IV injeksi
-
Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
-
Aminoglikose per injeksi
-
Kuinolon per injeksi
d.
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum
yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f.
Antitusif
Diberikan
dengan hati – hati.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat
oksigen
-
Mengurangi sesak
-
Memperbaiki aktivitas
-
Mengurangi hipertensi pulmonal
-
Mengurangi vasokonstriksi
-
Mengurangi hematokrit
-
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
-
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
-
Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
-
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
Macam
terapi oksigen :
-
Pemberian oksigen jangka panjang
-
Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
-
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
-
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
4. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat
karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi
malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi
dapat dievaluasi dengan :
-
Penurunan berat badan
-
Kadar albumin darah
-
Antropometri
-
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
-
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis
tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak
rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan
respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan
gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan
keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan
elektrolit yang terjadi adalah :
-
Hipofosfatemi
-
Hiperkalemi
-
Hipokalsemi
-
Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu
pemberian yang lebih sering.
5. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai:
-
Simptom pernapasan berat
-
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
-
Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh
suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori
terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu :
latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk memperbaiki
efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisik yang baik
akan menghasilkan :
-
Peningkatan VO2 max
-
Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
-
Peningkatan cardiac output dan meningkatan efisiensi
distribusi darah
-
Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Endurance
exercise
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan
ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot
pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup
untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot
pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum,
memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak
mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar
manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh
penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada
penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot
pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila
didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka
latihan endurance yang diutamakan. Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada
penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan
transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat
meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena
meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen.
Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian
oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.
Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan
penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah
kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin
merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.
Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan
penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan
menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi
dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang
lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control
kardiovaskuler.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
-
Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
-
Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
-
Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi
atau pusing latihan segera dihentikan
-
Pakaian longgar dan ringan
Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan
apabila diperlukan dapat diberikan obat
Latihan
Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol
sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed
lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen
dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot
ekstrimiti.
2.5.
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Merubah pola hidup
: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara
2. Pencegahan
Penyakit Paru Pada Usia Lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak
bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak
dapat dihindari. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia
lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan
memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan
sebagainya.
3.
Pencegahan
terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara yang lazim,
diantaranya:
a. Usaha pencegahan infeksi paru /
saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat,
mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi.
Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan
vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada
usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).
b. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau
karsinoma paru
Sejak usia muda
Sejak usia muda
bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya
kelainan paru (PPOM) dan karsinoma paru. Pemeriksaan faal paru, paling tidak
setahun sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi
(perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok.
BAB 3
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK)
atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu
kumpulan penyakit paru yang menahun yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal CPOD adalah asma bronkhial,
bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di sebut dengan chronic
Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung Disease (
Somantri, 2008:49).Terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan
oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebabkan oleh bakteri, 30% oleh virus,
dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan oleh lebih dari satu
patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien.
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Merubah pola
hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara
2. Pencegahan
Penyakit Paru Pada Usia Lanjut
3. Pencegahan
terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara yang lazim,
diantaranya:
a. Usaha pencegahan infeksi paru /
saluran nafas
b. Usaha
pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda.
Sejak usia muda.
SILAHKAN DOWNLOAD POWERPOINT DISINI ^_^
sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.
No comments:
Post a Comment