BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Pemasaran
sosial mempunyai peran dalam membuat perubahan itu dengan metode difusi dan
adopsi. Bukan hanya bisnis yang bersandar pada pemasaran untuk menarik
perhatian kastamer, permasalahan sosial juga membutuhkannya. Tidak peduli
seberapa bagus produk yang ditawarkan, jika produk tersebut tidak mampu membuat
masyarakat sadar bahwa mereka membutuhkannya, maka sebuah produk dinyatakan
gagal. Intinya, pemasaran bukan yang paling penting, tapi perlu ada untuk
menunjang sukses. Pemasaran yang berhasil adalah teknik yang dapat memberikan
informasi dan menarik perhatian target audiens dengan baik.
Tantangan global Millennium Development
Goals bidang sanitasi, saat ini dihadapkan pada kenyataan bahwa diperkirakan
masih 2,6 miliar orang (40% dari populasi
dunia saat ini) tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar, khususnya di Asia dan Afrika. Hygiene dan Sanitasi sangat
penting diperhatikan, karena beberapa
alasan mendasar, antara lain bahwa sekitar dua juta orang per tahun, kebanyakan dari mereka anak-anak, meninggal
akibat penyakit diare. Hampir 90% dari
jumlah tersebut diperkirakan terkait dengan kebersihan, pasokan air dan sanitasi yang buruk. Mereka yang tidak
memiliki akses dan paling menderita karena
sanitasi buruk, adalah masyarakat miskin (WSP-EAP. 2007). Indonesia kehilangan
lebih dari Rp 58 triliun, atau setara dengan Rp. 265.000 per orang per tahun
karena sanitasi yang buruk. Lebih dari 94 juta penduduk Indonesia (43% dari
populasi) tidak memiliki jamban sehat dan hanya 2% memiliki akses pada saluran
air limbah perkotaan. Sebagai akibat dari sanitasi yang buruk ini, diperkirakan
menyebabkan angka kejadian diare sebanyak 121.100 kejadian dan mengakibatkan
lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya. Dampak kesehatan tahunan dari
sanitasi yang buruk adalah sebesar Rp 139.000 per orang atau Rp 31 triliun
secara nasional (WSP-EAP. 2007). Sementara tantangan yang dihadapi Indonesia
terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar.
Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah,
kolam, kebun dan tempat terbuka (Depkes RI, 2008). Berdasarkan studi Basic
Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci
tangan adalah setelah buang air besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan
balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum
menyiapkan makanan 6%. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku
pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,20% merebus air untuk
mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung
Eschericia coli (Depkes RI, 2008).
Kondisi
tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia.
Data angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu
penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan, masih
merupakan pembunuh nomor satu untuk
kematian bayi di Indonesia dan menyumbang 42% dari penyebab kematian bayi usia 0 - 11 bulan. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2010, di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal
setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dampak buruk dari keadaan
ini sangat dirasakan bagi kesehatan masyarakat maupun secara ekonomi.
Sebagaimana hasil studi World Bank tahun 2007, kondisi ini berdampak kerugian
secara ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (Depkes RI,
2008).
Kondisi diatas dapat dikendalikan melalui intervensi
terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hasil studi WHO tahun 2007 (Depkes
RI, 2011) memperlihatkan bahwa intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan
dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan
tersebut termasuk didalamnya penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%,
pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah
tangga menurunkan risiko sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan
risiko sebesar 45%. Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan,
khususnya diare, sangat erat dengan masih rendahnya akses sanitasi masyarakat.
Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang diterbitkan oleh
Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat
terhadap jamban sehat, tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus,
karena kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses
sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakatpada jamban keluarga yang layak
pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat selisih 21% peningkatan akses dari
sisa waktu 6 tahun (2009 - 2015).
Banyak jenis program dan intervensi
telah dicoba untuk meningkatkan akses pada fasilitas sanitasi ini, namun hasil
yang dicapai belum secara bermakna dapat menyelesaikan persoalan. Lebih dari tiga puluh
tahun, akses terhadap sanitasi di pedesaan
tidak berubah. Berdasarkan Joint Monitoring Program WHO-UNICEF, akses terhadap sanitasi di pedesaan tetap pada
angka 38 %. Dengan laju perkembangan
seperti ini, Indonesia akan gagal untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDG) untuk Sanitasi (WSP,
2008). Menurut Devine (2009), pendekatan
tradisional yang bertumpu pada intervensi fasilitas fisik belum berhasil secara signifikan meningkatkan
cakupan sanitasi yang berkelanjutan. Strategi
yang lebih menjanjikan telah berfokus pada menciptakan demand dan perubahan
perilaku untuk perbaikan sanitasi sekaligus memperkuat ketersediaan produk dan
dukungan layanan.
BAB II
ISI
ISI
1.1.
Pengertian Pemasaran Sosial
Pemasaran Sosial
adalah sebagai
kegiatan yang direncanakan, dan diorganisasiknan yang meliputi pendistribusian
barang, penetapan harga dan dilakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan
yang telah dibuat yang tujuannya untuk mendapatkan tempat dipasar agar tujuan
utama dari pemasaran dapat tercapai.
Pemasaran sosial selalu di mulai
dengan promosi tentang sikap atau kepercayaan yang dikaitkan dengan kesehatan.
Kemudian di lakukan penyampaian anjuran tentang produk atau pelayanan dengan
petunjuk cara pemakaian yang efektif.
Walaupun produk pemasaran sosial
dapat berbentuk komoditi, seperti alat kontrasepsi atau oralit, namun tujuan
utamanya adalah meningkatkan motivasi dan merangsang kegiatan masyarakat,
perusahaan, agen atau pengecer serta untuk meningkatkan potensi kemandirian
masyarakat. Inilah yang dijadikan ukuran keberhasilan program pemasaran sosial.
1.2.Upaya-upaya
Peningkatan Pemasaran Sosial
Ada 14 langkah dalam mengembangkan kegiatan pemasaran sosial itu, yaitu:
1.
Riset Formatif
Sebelum kita menganjurkan orang
untuk mengubah perilakunya, kita harus tahu dulu bagaimana sekarang dan
bagaimana sikapnya terhadap perilaku yang kita anjurkan. Kita tidak dapat hanya menduga atau memperkirakan kedua hal
tersebut. Kita harus menggalinya dari mereka sendiri. Kita namakan
penggalian demikian riset formatif, karena dilakukan untuk menentukan format
strategi kegiatan. Kita akan memilih sampel secara acak dalam jumlah, yang
memadai serta melakukan wawancara dengan
mereka, secara kelompok atau perorangan, dan biasanya kedua cara ini dipakai. Kita juga ingin menemukan tokoh
yang paling dihormati oleh kelompok sasaran, sehingga kita dapat memanfaatkan tokoh tersebut untuk menyampaikan pesan-pesan
kita. Kita akan menggali sikap mereka terhadap pelayanan yang ada, puskesmas, posyandu, kader, dan terhadap organisasi
kemasyarakatan, seperti PKK, dan lain sebagainya.
Kita akan
mewawancarai petugas dan berbagai instansi. Kita akan bertanya
kepada ibu tentang kehidupan sehari‑hari, bagaimana interaksi mereka dalam masyarakat
dan kelompok masyarakat dan kelompok kemasyarakatan, ke mana mereka pergi,
kalau ke luar rumah. Radio dan media massa
yang mereka manfaatkan, berapa kali, kapan, dan hiburan apa serta
peristiwa keagamaan atau budaya apa yang mereka hadiri. Berdasarkan kesemua itu
kita kembangkan strategi kegiatan kita.
2.
Penyusunan Strategi
Strategi akan mencai9kup:
a)
Berbagai kelompok sasaran yang
diperoleh dari penelitian formatif dapat dibagi dalam 3 kelompok besar:
Ø Sasaran primer, yaitu sasaran pokok yang benar-benar
kita harapkan berubah kebiasaannya.
Contohnya ibu-ibu.
Ø Sasaran sekunder, yaitu sasaran antara yang akan terlibat dalam penyampaian produk atau pelayanan
atau yang terlibat dalam penyampaian pesan-pesan secara langsung. Contohnya, kader posyandu.
Ø Sasaran tersier, yaitu sasaran penunjang yang
terlibat secara tidak langsung, namun
dukungannya sangat diperlukan.
Contohnya, tokoh masyarakat, tokoh agama, dsb.
b) Berbagai
perilaku yang diharapkan dari tiap kelompok sasaran.
c) Sikap negatif
terhadap perilaku yang diharapkan secara rinci.
d) Pemecahan yang
disarankan untuk mengatasi hambatan tersebut.
e) Kata-kata yang disarankan untuk dipakai guna
meyakinkan kelompok
sasaran untuk melakukan apa yang diharapkan.
f) Berbagai saluran komunikasi yang ada untuk analisis selanjutnya.
3. Menguji Coba Strategi
Setelah
strategi disusun, kita kembali mengunjungi kelompok
sasaran primer untuk menguji coba strategi tersebut pada mereka. Bila perilaku yang disarankan perlu
dilaksanakan tiap hari, seperti pemberian makan anak, kita minta para
ibu melaksanakan dalam satu minggu. Bila
perilaku yang dianjurkan hanya dilaksanakan sekali, seperti imunisasi
atau menimbangkan anak di Posyandu, kita akan minta para ibu itu melaksanakan
sekali atau dua kali.
Berdasarkan
masukan itu, strategi yang kita buat serta menggambarkan apa yang kita harapkan
dilakukan ibu-ibu tersebut dan bagaimana melaksanakannya, sekarang sudah dapat
disempurnakan.
4. Menulis Arahan Kreatif dan Media
Kini kita
menulis strategi kreatif dan media. Arahan tertulis
ini penting walau pelaksanaannya dilakukan instansi lain atau biro, iklan.
Arahan ini menyimpulkan tujuan dan maksud kegiatan, gambaran rinci data ekonomi,
sosial, dan geografis daerah kegiatan serta daftar kelompok sasaran primer,
sekunder, dan tersier dan gambaran keadaan mereka.
Kecuali itu
juga berisikan analisis semua saluran komunikasi yang mungkin dipakai untuk
mencapai sasaran primer sehingga diteliti lebih lanjut serta frekuensi dan
biayanya. Mungkin akan mencakup media massa, kader, kelompok masyarakat atau saluran lain seperti promosi di
pasar lokal atau peristiwa budaya dan saluran lain yang muncul dalam
penelitian pada ibu-ibu serta mungkin dapat
dipakai. Juga catatan bagaimana komunikasi dan motivasi sasaran sekunder
dan tersier akan dilaksanakan.
Bagian kedua
dari arahan itu berupa uraian tentang kelompok sasaran, dan kegiatan yang
ditulukan pada tiap kelompok sasaran, pesan-pesan yang harus diterima tiap,
kelompok sasaran, semua keengganan yang diketahui dan menghambat penerimaan dan
bagaimana rasa keberatan itu di atasi dan tokoh yang dapat diterima kelompok
sasaran.
5. Menentukan Konsultan Kreatif dan Konsultan Media
Sangat disarankan untuk menggunakan
ahli kreatif dan ahli media, apakah itu
orang yang berpengalaman di bidangnya, lembaga
konsultan atau biro iklan untuk membuat bahan-bahan media. Bila media
massa digunakan, perencanaan media yang matang disertai pengalokasian waktu dan
pemantauan sangat diperlukan. Biasanya
mereka dibayar berdasarkan tarif komersial untuk produksi dan penyiarannya.
6. Menyusun Peran dan
Bahan serta Rencana Media
Perencanaan
media yang rinci dan biaya yang diperlukan juga
termasuk. Rencana tersebut harus menunjukkan jangkauan yang memadai
terhadap semua kelompok sasaran dengan frekuensi yang memadai dan biaya yang
paling sesuai. Beberapa kemungkinan paduan
media bisa diajukan dalam pembicaraan. Biro iklan khususnya merupakan
sumber informasi yang baik untuk perencanaan media. Berdasarkan hasil
penelitian, misalnya mereka tahu semua
stasiun radio dan program yang ada dan
pada waktu kapan ibu-ibu desa paling banyak mendengarkan dan berapa
banyak.
Kesemua itu
merupakan informasi yang berharga untuk memanfaatkan radio secara efektif.
Mereka juga akan menganalisis efektivitas
kader sebagai komunikator berdasarkan data yang diberikan pada waktu
riset formatif, sehingga memberi gambaran berapa banyak ibu yang dapat
berhubungan (kontak) dengan kader. Arahan
itu akan menjadi dasar untuk menyusun rencana
pelatihan bagi kader dan menentukan bahan penyuluhan siapa yang cocok digunakan kader (rancangannya
dibuat kelompok, kreatif). Biaya yang
diperlukan untuk jangkauan, frekuensi, juga biaya kegiatan komponen
komunikasi yang dilakukan kader dibuat perkiraannya. Perkiraan yang sama juga
dibuat untuk jalur komunikasi formal dan informal lain, sehingga biaya yang
diperlukan bisa dibandingkan, dan bisa diketahui paduan media mana yang efektif
dan efisien.
Biro iklan
juga menyarankan untuk memperkuat peran serta masyarakat dengan menggunakan
bahan cetak yang menarik dan kegiatan hubungan masyarakat. Pengelola kegiatan
dapat mempelajari penyajian tersebut, memperbaikinya bila diperlukan dan
akhirnya minta kelompok kreatif membuat bahan untuk diuji coba.
7.
Menguji Bahan dan
Pesan
Semua bahan dipersiapkan untuk diuji coba. Spot
radio sudah dibuat, bahan cetak sudah berwarna, atau berupa rancangan jadi, kadang-kadang sudah tercetak bila
biaya memungkinkan, bahan film diperlihatkan dalam bentuk story
board, bends besar seperti papan iklan atau spanduk dibuat dalam bentuk
kecil. Semua bahan sekarang diuji coba untuk memastikan bahwa pesannya jelas,
tidak membingungkan, bisa dimengerti,
dipercaya, sejalan dengan budaya, secara emosional merangsang dan bebas
dari hal-hal yang negatif. Tiap bahan media
diuji coba pada wakil kelompok sasaran yang dituju, bahan untuk memotivasi petugas dan kelompok masyarakat
diuji coba pads kelompok yang mewakili, bahan-bahan penyuluhan yang digunakan sebagai alai bantu kader diuji coba pada
kader. Hasil uji coba dipakai untuk menyempurnakan semua bahan.
8. Memperbaiki Bahan
Kelompok
kreatif sekarang diberi penjelasan tentang hasil, uji coba. Semua bahan bisa
diperbanyak. Betapapun, bila diperlukan perubahan basar, uji coba ulang secara
informal dibutuhkan untuk memastikan bahan
perbaikan yang telah dibuat dapat diterima kelompok sasaran.
Kegiatan uji coba bahan juga
merupakan kesempatan yang sangat berguna untuk memantapkan koordinasi. Proses
uji coba termasuk uji coba kegiatan dan bahan pads sektor-sektor yang terkait,
unit-unit program di tingkat nasional dan provinsi dan semua lembaga donor. Hal ini untuk memastikan bahwa kegiatan di
daerah panduan tidak bertentangan dengan kebijakan program.
9.
Penyempurnaan Program
Program pada akhirnya bisa disempurnakan. Bila mungkin kesimpulan akhir perlu dibuat secara tertulis dan
bisa dilengkapi dengan slides untuk
penyajian dan koordinasi.
10. Memproduksi Bahan
Semua bahan sudah diperbanyak dalam
bentuk akhir.
11. Pengumpulan Data Dasar dan Evaluasi
Pengumpulan data dasar dilaksanakan di daerah uji coba dan
daerah kontrol. Masa proyek sudah ditentukan dan kegiatan evaluasi
dijadwalkan.
12. Orientasi dan Pelatihan
Sebelum kegiatan dilaksanakan, kader
dilatih dan semua sektor serta kelompok
masyarakat yang terlibat juga dilatih atau diberi orientasi tentang
peran mereka.
13. Melaksanakan Kegiatan
Sebaiknya kegiatan promosi dan hubungan masyarakat langsung
dilaksanakan pada saat pencanangan.
Misalnya, dalam bentuk penyuluhan atau pencanangan oleh kepala daerah
yang dihadiri para pelaksana dan instansi serta media yang terlibat.
Bahan-bahan luar ruang seperti spanduk, poster atau papan iklan dipasang. Kelompok masyarakat dan kader
memulai kegiatan
komunikasi mereka dan media massa mulai penyiaran (sebaiknya paling tidak 10-20 spot per hari di setiap stasiun radio pada
bulan pertama).
14. Memantau dan Memperbaiki
Setelah dicanangkan, semua kegiatan
komunikasi harus dipantau untuk memastikan
bahwa pelaksanaannya seperti yang diharapkan.
Apakah spanduk dan poster dipasang di tempat yang tepat? Apakah kader sudah dilatih? Apakah mereka
sudah punya peraga yang harus
dipakai? Apakah kelompok masyarakat tabu peran mereka? Apakah mereka
aktiP Apakah bahan disiarkan? Untuk itu, semua dapat dilakukan peninjauan
lapangan. Kelemahan dalam pelaksanaan dapat segera diperbaiki. Pemantauan
harus dilakukan setiap 6 bulan. Kegiatan pemantauan seharusnya lebih dalam
untuk menjajagi efektivitas pesan yang disampaikan. Apakah kelompok sasaran
menerima pesan? Apakah pesannya benar dan dimengerti? Apakah ada masalah atau
kesulitan, atau hambatannya yang dialami dalam menerapkan isi pesan?
Titik utama uji coba pemasaran
adalah memantau dan memperbaiki kegiatan
komunikasi yang diperlukan dan ditemukan dalam proses pengalaman, apa
saluran komunikasi dan pesan yang paling efektif untuk mencapai tujuan program.
1.3.
Produk Sosial
Produk
Sosial terdapat 3 tipe :
A.
Social Idea
Tipe produk social pertama adalah
Gagasan Sosial berupa suatu kepercayaan (belief), sikap (attitude), atau nilai
(value).
1.
Kepercayaan
Menurut Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah
psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan
harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen
didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari tindakan
pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting
untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan
mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya (Mayer et al, 1995).
2.
Sikap
Sikap gagasan sosial yg dipasarkan Sikap adalah
keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang
memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua
objek dan situasi yang berkaitan dengannya (G.W. Allport, 1935, hal 10)
Contoh :
Dalam Kampanye KB Bayi yang direncanakan
kelahirannya akan lebih diperhatikan dibandingkan bayi yang lahir akibat
kehamilan mendadak
3.
Nilai
Nilai adalah keseluruhan gagasan seseorang mengenai apa yang
benar dan apa yang salah gagasan sosial yg dipasarkan. Nilai adalah alat yang
menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu
lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik,
atau diinginkan.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Contoh
:
Kesehatan adalah Hak Azasi Manusia
B.
Social Practice
Tipe produk social kedua adalah
Praktik Sosial berupa peristiwa yang terjadi akibat aksi perorangan, seperti
yang ditunjukkan pada vaksinasi atau keikutsertaan (partisipasi politik) dalam
pemilihan umum. Juga bisa berupa pola perilaku yang sukar dirubah.
Praktik Sosial adalah Peristiwa yang terjadi akibat aksi
perseorangan atau Kelompok.
Contoh :
· Vaksinasi PIN
· Pengumpulan Koin Kasus Prita
· Partisipasi Politik Pemilu
C.
Social Difference
Tipe produk social ketiga adalah suatu tujuan perubahan
social yang melibatkan produk kasat mata (tangible product). Produk tangible
menunjuk pada produk fisik yang menyertai suatu kampanye social.
Contoh :
· Kapsul Vitamin A Bulan Vitamin A
· Tablet Fe Pencegahan Anemia Gizi
sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.
sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.
No comments:
Post a Comment