Monday 2 November 2015

PENGERTIAN PEMASARAN SOSIAL DAN PRODUK SOSIAL



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pemasaran sosial mempunyai peran dalam membuat perubahan itu dengan metode difusi dan adopsi. Bukan hanya bisnis yang bersandar pada pemasaran untuk menarik perhatian kastamer, permasalahan sosial juga membutuhkannya. Tidak peduli seberapa bagus produk yang ditawarkan, jika produk tersebut tidak mampu membuat masyarakat sadar bahwa mereka membutuhkannya, maka sebuah produk dinyatakan gagal. Intinya, pemasaran bukan yang paling penting, tapi perlu ada untuk menunjang sukses. Pemasaran yang berhasil adalah teknik yang dapat memberikan informasi dan menarik perhatian target audiens dengan baik.
Tantangan global Millennium Development Goals bidang sanitasi, saat ini dihadapkan pada kenyataan bahwa diperkirakan masih 2,6 miliar orang (40% dari  populasi dunia saat ini) tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar, khususnya di  Asia dan Afrika. Hygiene dan Sanitasi sangat penting diperhatikan, karena  beberapa alasan mendasar, antara lain bahwa sekitar dua juta orang per tahun,  kebanyakan dari mereka anak-anak, meninggal akibat penyakit diare. Hampir  90% dari jumlah tersebut diperkirakan terkait dengan kebersihan, pasokan air dan  sanitasi yang buruk. Mereka yang tidak memiliki akses dan paling menderita  karena sanitasi buruk, adalah masyarakat miskin (WSP-EAP. 2007). Indonesia kehilangan lebih dari Rp 58 triliun, atau setara dengan Rp. 265.000 per orang per tahun karena sanitasi yang buruk. Lebih dari 94 juta penduduk Indonesia (43% dari populasi) tidak memiliki jamban sehat dan hanya 2% memiliki akses pada saluran air limbah perkotaan. Sebagai akibat dari sanitasi yang buruk ini, diperkirakan menyebabkan angka kejadian diare sebanyak 121.100 kejadian dan mengakibatkan lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya. Dampak kesehatan tahunan dari sanitasi yang buruk adalah sebesar Rp 139.000 per orang atau Rp 31 triliun secara nasional (WSP-EAP. 2007). Sementara tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka (Depkes RI, 2008). Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah setelah buang air besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli (Depkes RI, 2008).
Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Data angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Diare, yang  merupakan penyakit berbasis lingkungan, masih merupakan pembunuh nomor  satu untuk kematian bayi di Indonesia dan menyumbang 42% dari penyebab  kematian bayi usia 0 - 11 bulan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dampak buruk dari keadaan ini sangat dirasakan bagi kesehatan masyarakat maupun secara ekonomi. Sebagaimana hasil studi World Bank tahun 2007, kondisi ini berdampak kerugian secara ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (Depkes RI, 2008).
                Kondisi diatas dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hasil studi WHO tahun 2007 (Depkes RI, 2011) memperlihatkan bahwa intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45%. Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya diare, sangat erat dengan masih rendahnya akses sanitasi masyarakat. Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang diterbitkan oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap jamban sehat, tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakatpada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat selisih 21% peningkatan akses dari sisa waktu 6 tahun (2009 - 2015).
Banyak jenis program dan intervensi telah dicoba untuk meningkatkan akses pada fasilitas sanitasi ini, namun hasil yang dicapai belum secara bermakna dapat  menyelesaikan persoalan. Lebih dari tiga puluh tahun, akses terhadap sanitasi di  pedesaan tidak berubah. Berdasarkan Joint Monitoring Program WHO-UNICEF,  akses terhadap sanitasi di pedesaan tetap pada angka 38 %. Dengan laju  perkembangan seperti ini, Indonesia akan gagal untuk mencapai target Millenium  Development Goals (MDG) untuk Sanitasi (WSP, 2008). Menurut Devine (2009),  pendekatan tradisional yang bertumpu pada intervensi fasilitas fisik belum  berhasil secara signifikan meningkatkan cakupan sanitasi yang berkelanjutan.  Strategi yang lebih menjanjikan telah berfokus pada menciptakan demand dan perubahan perilaku untuk perbaikan sanitasi sekaligus memperkuat ketersediaan produk dan dukungan layanan.



BAB II
ISI
1.1. Pengertian Pemasaran Sosial
Pemasaran Sosial adalah sebagai kegiatan yang direncanakan, dan diorganisasiknan yang meliputi pendistribusian barang, penetapan harga dan dilakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat yang tujuannya untuk mendapatkan tempat dipasar agar tujuan utama dari pemasaran dapat tercapai.
Pemasaran sosial selalu di mulai dengan promosi tentang sikap atau kepercayaan yang dikaitkan dengan kesehatan. Kemudian di lakukan penyampaian anjuran tentang produk atau pelayanan dengan petunjuk cara pemakaian yang efektif.
Walaupun produk pemasaran sosial dapat berbentuk komoditi, seperti alat kontrasepsi atau oralit, namun tujuan utamanya adalah meningkatkan motivasi dan merangsang kegiatan masyarakat, perusahaan, agen atau pengecer serta untuk meningkatkan potensi kemandirian masyarakat. Inilah yang dijadikan ukuran keberhasilan program pemasaran sosial.



1.2.Upaya-upaya Peningkatan Pemasaran Sosial
Ada 14 langkah dalam mengembangkan kegiatan pemasaran sosial itu, yaitu:
1.       Riset Formatif
Sebelum kita menganjurkan orang untuk mengubah perilakunya, kita harus tahu dulu bagaimana sekarang dan bagaimana sikapnya terhadap perilaku yang kita anjurkan. Kita tidak dapat hanya menduga atau memperkirakan kedua hal tersebut. Kita harus menggalinya dari mereka sendiri. Kita namakan penggalian demikian riset formatif, karena dilakukan untuk menentukan format strategi kegiatan. Kita akan memilih sampel secara acak dalam jumlah, yang memadai serta melakukan wawancara dengan mereka, secara kelompok atau perorangan, dan biasanya kedua cara ini dipakai. Kita juga ingin menemukan tokoh yang paling dihormati oleh kelompok sasaran, sehingga kita dapat memanfaatkan tokoh tersebut untuk menyampaikan pesan-pesan kita. Kita akan menggali sikap mereka terhadap pelayanan yang ada, puskesmas, posyandu, kader, dan terhadap organisasi kemasyarakatan, seperti PKK, dan lain sebagainya.
Kita akan mewawancarai petugas dan berbagai instansi. Kita akan bertanya kepada ibu tentang kehidupan sehari‑hari, bagaimana interaksi mereka dalam masyarakat dan kelompok masyarakat dan kelompok kemasyarakatan, ke mana mereka pergi, kalau ke luar rumah. Radio dan media massa yang mereka manfaatkan, berapa kali, kapan, dan hiburan apa serta peristiwa keagamaan atau budaya apa yang mereka hadiri. Berdasarkan kesemua itu kita kembangkan strategi kegiatan kita.
2.         Penyusunan Strategi
Strategi akan mencai9kup:
a)        Berbagai kelompok sasaran yang diperoleh dari penelitian formatif dapat dibagi dalam 3 kelompok besar:
Ø  Sasaran primer, yaitu sasaran pokok yang benar-benar kita harapkan berubah kebiasaannya. Contohnya ibu-ibu.
Ø  Sasaran sekunder, yaitu sasaran antara yang akan terlibat dalam penyampaian produk atau pelayanan atau yang terlibat dalam penyampaian pesan-pesan secara langsung. Contohnya, kader posyandu.
Ø  Sasaran tersier, yaitu sasaran penunjang yang terlibat secara tidak langsung, namun dukungannya sangat diper­lukan. Contohnya, tokoh masyarakat, tokoh agama, dsb.
b)  Berbagai perilaku yang diharapkan dari tiap kelompok sasaran.                           
c)  Sikap negatif terhadap perilaku yang diharapkan secara rinci.
d)  Pemecahan yang disarankan untuk mengatasi hambatan tersebut.
e)   Kata-kata yang disarankan untuk dipakai guna meyakinkan kelompok sasaran untuk melakukan apa yang diharapkan.
f)   Berbagai saluran komunikasi yang ada untuk analisis selanjutnya.
3.  Menguji Coba Strategi
Setelah strategi disusun, kita kembali mengunjungi kelompok sasaran primer untuk menguji coba strategi tersebut pada mereka. Bila perilaku yang disarankan perlu dilaksanakan tiap hari, seperti pemberian makan anak, kita minta para ibu melaksanakan dalam satu minggu. Bila perilaku yang dianjurkan hanya dilaksanakan sekali, seperti imunisasi atau menimbang­kan anak di Posyandu, kita akan minta para ibu itu melaksana­kan sekali atau dua kali.
Berdasarkan masukan itu, strategi yang kita buat serta menggambarkan apa yang kita harapkan dilakukan ibu-ibu tersebut dan bagaimana melaksanakannya, sekarang sudah dapat disempurnakan.
4.  Menulis Arahan Kreatif dan Media
Kini kita menulis strategi kreatif dan media. Arahan tertulis ini penting walau pelaksanaannya dilakukan instansi lain atau biro, iklan. Arahan ini menyimpulkan tujuan dan maksud kegiatan, gambaran rinci data ekonomi, sosial, dan geografis daerah kegiatan serta daftar kelompok sasaran primer, sekunder, dan tersier dan gambaran keadaan mereka.
Kecuali itu juga berisikan analisis semua saluran komu­nikasi yang mungkin dipakai untuk mencapai sasaran primer sehingga diteliti lebih lanjut serta frekuensi dan biayanya. Mungkin akan mencakup media massa, kader, kelompok masyarakat atau saluran lain seperti promosi di pasar lokal atau peristiwa budaya dan saluran lain yang muncul dalam penelitian pada ibu-ibu serta mungkin dapat dipakai. Juga catatan bagaimana komunikasi dan motivasi sasaran sekunder dan tersier akan dilaksanakan.
Bagian kedua dari arahan itu berupa uraian tentang kelompok sasaran, dan kegiatan yang ditulukan pada tiap kelompok sasaran, pesan-pesan yang harus diterima tiap, kelompok sasaran, semua keengganan yang diketahui dan menghambat penerimaan dan bagaimana rasa keberatan itu di atasi dan tokoh yang dapat diterima kelompok sasaran.
5.   Menentukan Konsultan Kreatif dan Konsultan Media
Sangat disarankan untuk menggunakan ahli kreatif dan ahli media, apakah itu orang yang berpengalaman di bidangnya, lembaga konsultan atau biro iklan untuk membuat bahan-bahan media. Bila media massa digunakan, perencanaan media yang matang disertai pengalokasian waktu dan pemantauan sangat diperlukan. Biasanya mereka dibayar berdasarkan tarif komersial untuk produksi dan penyiarannya.
6.   Menyusun Peran dan Bahan serta Rencana Media
Perencanaan media yang rinci dan biaya yang diperlukan juga termasuk. Rencana tersebut harus menunjukkan jangkauan yang memadai terhadap semua kelompok sasaran dengan frekuensi yang memadai dan biaya yang paling sesuai. Beberapa kemungkinan paduan media bisa diajukan dalam pembicaraan. Biro iklan khususnya merupakan sumber informasi yang baik untuk perencanaan media. Berdasarkan hasil penelitian, misal­nya mereka tahu semua stasiun radio dan program yang ada dan pada waktu kapan ibu-ibu desa paling banyak mendengarkan dan berapa banyak.
Kesemua itu merupakan informasi yang berharga untuk memanfaatkan radio secara efektif. Mereka juga akan meng­analisis efektivitas kader sebagai komunikator berdasarkan data yang diberikan pada waktu riset formatif, sehingga memberi gam­baran berapa banyak ibu yang dapat berhubungan (kontak) dengan kader. Arahan itu akan menjadi dasar untuk menyusun rencana pelatihan bagi kader dan menentukan bahan penyuluhan siapa yang cocok digunakan kader (rancangannya dibuat kelompok, kreatif). Biaya yang diperlukan untuk jangkauan, frekuensi, juga biaya kegiatan komponen komunikasi yang dilakukan kader dibuat perkiraannya. Perkiraan yang sama juga dibuat untuk jalur komunikasi formal dan informal lain, sehingga biaya yang diperlukan bisa dibandingkan, dan bisa diketahui paduan media mana yang efektif dan efisien.
Biro iklan juga menyarankan untuk memperkuat peran serta masyarakat dengan menggunakan bahan cetak yang menarik dan kegiatan hubungan masyarakat. Pengelola kegiatan dapat mempelajari penyajian tersebut, memperbaikinya bila diperlukan dan akhirnya minta kelompok kreatif membuat bahan untuk diuji coba.
7.         Menguji Bahan dan Pesan
Semua bahan dipersiapkan untuk diuji coba. Spot radio sudah dibuat, bahan cetak sudah berwarna, atau berupa ran­cangan jadi, kadang-kadang sudah tercetak bila biaya memung­kinkan, bahan film diperlihatkan dalam bentuk story board, bends besar seperti papan iklan atau spanduk dibuat dalam bentuk kecil. Semua bahan sekarang diuji coba untuk memas­tikan bahwa pesannya jelas, tidak membingungkan, bisa dimengerti, dipercaya, sejalan dengan budaya, secara emosional merangsang dan bebas dari hal-hal yang negatif. Tiap bahan media diuji coba pada wakil kelompok sasaran yang dituju, bahan untuk memotivasi petugas dan kelompok masyarakat diuji coba pads kelompok yang mewakili, bahan-bahan penyuluhan yang digunakan sebagai alai bantu kader diuji coba pada kader. Hasil uji coba dipakai untuk menyempurnakan semua bahan.
8.  Memperbaiki Bahan
Kelompok kreatif sekarang diberi penjelasan tentang hasil, uji coba. Semua bahan bisa diperbanyak. Betapapun, bila diper­lukan perubahan basar, uji coba ulang secara informal dibutuh­kan untuk memastikan bahan perbaikan yang telah dibuat dapat diterima kelompok sasaran.
Kegiatan uji coba bahan juga merupakan kesempatan yang sangat berguna untuk memantapkan koordinasi. Proses uji coba termasuk uji coba kegiatan dan bahan pads sektor-sektor yang terkait, unit-unit program di tingkat nasional dan provinsi dan semua lembaga donor. Hal ini untuk memastikan bahwa kegiatan di daerah panduan tidak bertentangan dengan kebijakan prog­ram.
9.         Penyempurnaan Program
Program pada akhirnya bisa disempurnakan. Bila mungkin kesimpulan akhir perlu dibuat secara tertulis dan bisa dilengkapi dengan slides untuk penyajian dan koordinasi.
10.     Memproduksi Bahan
Semua bahan sudah diperbanyak dalam bentuk akhir.
11.     Pengumpulan Data Dasar dan Evaluasi
Pengumpulan data dasar dilaksanakan di daerah uji coba dan daerah kontrol. Masa proyek sudah ditentukan dan kegiatan evaluasi dijadwalkan.
12.     Orientasi dan Pelatihan
Sebelum kegiatan dilaksanakan, kader dilatih dan semua sektor serta kelompok masyarakat yang terlibat juga dilatih atau diberi orientasi tentang peran mereka.


13.     Melaksanakan Kegiatan
Sebaiknya kegiatan promosi dan hubungan masyarakat langsung dilaksana­kan pada saat pencanangan. Misalnya, dalam bentuk penyuluhan atau pencanangan oleh kepala daerah yang dihadiri para pelak­sana dan instansi serta media yang terlibat.
Bahan-bahan luar ruang seperti spanduk, poster atau papan iklan dipasang. Kelompok masyarakat dan kader memulai kegiatan komunikasi mereka dan media massa mulai penyiaran (sebaiknya paling tidak 10-20 spot per hari di setiap stasiun ra­dio pada bulan pertama).
14.     Memantau dan Memperbaiki
Setelah dicanangkan, semua kegiatan komunikasi harus dipantau untuk memastikan bahwa pelaksanaannya seperti yang diharapkan. Apakah spanduk dan poster dipasang di tempat yang tepat? Apakah kader sudah dilatih? Apakah mereka sudah punya peraga yang harus dipakai? Apakah kelompok masyarakat tabu peran mereka? Apakah mereka aktiP Apakah bahan disiarkan? Untuk itu, semua dapat dilakukan peninjauan lapangan. Kele­mahan dalam pelaksanaan dapat segera diperbaiki. Pemantauan harus dilakukan setiap 6 bulan. Kegiatan pemantauan seha­rusnya lebih dalam untuk menjajagi efektivitas pesan yang di­sampaikan. Apakah kelompok sasaran menerima pesan? Apakah pesannya benar dan dimengerti? Apakah ada masalah atau kesulitan, atau hambatannya yang dialami dalam menerapkan isi pesan?
Titik utama uji coba pemasaran adalah memantau dan memperbaiki kegiatan komunikasi yang diperlukan dan ditemukan dalam proses pengalaman, apa saluran komunikasi dan pesan yang paling efektif untuk mencapai tujuan program.
1.3.  Produk Sosial

Produk Sosial terdapat 3 tipe :
A. Social Idea
Tipe produk social pertama adalah Gagasan Sosial berupa suatu kepercayaan (belief), sikap (attitude), atau nilai (value).


1.      Kepercayaan
Menurut Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya (Mayer et al, 1995).
2.      Sikap
Sikap  gagasan sosial yg dipasarkan  Sikap adalah keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (G.W. Allport, 1935, hal 10)
Contoh :
        Dalam Kampanye KB Bayi yang direncanakan kelahirannya akan lebih diperhatikan dibandingkan bayi yang lahir akibat kehamilan mendadak
3.      Nilai
Nilai adalah keseluruhan gagasan seseorang mengenai apa yang benar dan apa yang salah gagasan sosial yg dipasarkan. Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Contoh :
Kesehatan adalah Hak Azasi Manusia
B. Social Practice
Tipe produk social kedua adalah Praktik Sosial berupa peristiwa yang terjadi akibat aksi perorangan, seperti yang ditunjukkan pada vaksinasi atau keikutsertaan (partisipasi politik) dalam pemilihan umum. Juga bisa berupa pola perilaku yang sukar dirubah.
Praktik Sosial adalah Peristiwa yang terjadi akibat aksi perseorangan atau Kelompok.
Contoh :
·   Vaksinasi  PIN
·   Pengumpulan Koin  Kasus Prita
·   Partisipasi Politik  Pemilu
C. Social Difference
Tipe produk social ketiga adalah suatu tujuan perubahan social yang melibatkan produk kasat mata (tangible product). Produk tangible menunjuk pada produk fisik yang menyertai suatu kampanye social.
Contoh :
·    Kapsul Vitamin A Bulan Vitamin A
·    Tablet Fe Pencegahan Anemia Gizi

sekedar ingin berbagi informasi...
bagi yg suka internetan , yg lagi cari2 kerja, boleh coba website ini dan langsung buat akun anda----> http://Job4Living.com/?ref=387669
lumayan kita dibayar tanpa ribet keluar biaya,dll. cuman tinggal sebar link aja gan,semakin banyak klik, makin cair. awal pendaftaran aja uda dapat $25. itu garansi yg NYATA gan
kiki emotikon
($25x Rp 10.000= 250.000 ribu)
minim Saldo $300 untuk bs diambil
ayo bktikan gan.

No comments:

Post a Comment