Monday 2 November 2015

KETAHANAN PANGAN DAN CARA PENINGKATAN PANGAN DI PROVINSI RIAU

jika teman ingin mempelajari Powerpoint tentang Pangan dan Gizi dalam Pembangunan untuk menambah wawasan sehingga akan lebih mudah memahaminya.
Silahkan DOWNLOAD DISINI (KLIK)
untuk materi lain sebagai tambahan mengenai KAITAN PANGAN, GIZI, DAN KEPENDUDUKAN bisa Anda DOWNLOAD DISINI (KLIK)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.       Latar belakang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan urusan ketahanan pangan merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan. Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab yang pada intinya merupakan pengakuan/pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka untuk menjamin terselenggaranya urusan wajib daerah yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar perlu ditetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Riau.
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya.
Sehubungan hal tersebut maka peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat dalam memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal dengan sasaran : (1) Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal, (2) Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat, (3) Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah distribusi dan kerawanan pangan.
1.2.       Tujuan
Untuk mengetahui indikator ketahanan pengan dan bagaimana cara meningkatkan ketahanan pangan di Provinsi Riau, untuk menghindari terjadinya perluasan kerawanan pangan di wilayah Indonesia.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
A. Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu : (1) produksi dalam negeri, (2) impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Cadangan pangan terdiri atas cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan masyarakat meliputi rumah tangga, pedagang dan industri pengolahan. Cadangan pangan pemerintah (pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota) hanya mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok.
Menurut Maxwell & Frankenberg (1992) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan diukur dari berbagai indicator, yakni :
1.      Indikator proses, menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan dan akses pangan.
2.      Indikator dampak, meliputi indicator langsung dan tidak langsung
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya diperlukan di pedesaan adalah melalui penguatan kelembagaan pangan. Lumbung pangan sebagai lembaga milik masyarakat harus mempunyai peran sebagai penyedia komoditi pangan lokal (gabah/beras atau jagung) terutama untuk mengatasi kondisi paceklik dan atau untuk menstabilkan harga pada saat panen. Keberadaan dan kondisi lumbung pangan pada saat ini masih pada tingkatan sederhana dan berorientasi sosial sehingga diharapkan revitalisasi yang nyata terhadap upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan di pedesaan.
Aspek-aspek yang penting menjadi fokus dalam pemberdayaan lumbung pangan antara lain : Organisasi, administrasi, pengembangan usaha, pemupukan modal dan pengembangan jaringan. Semua aspek tersebut di atas harus mendapatkan perhatian lebih lanjut dan pembinaan secara langsung dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
B. Pelayanan Dasar Distribusi dan Akses Pangan
Distribusi pangan berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan, dan indikator stabilisasi harga dan pasokan pangan. Goal dari pelayanan distribusi pangan adalah untuk menjamin agar seluruh wilayah dan rumah tangga dapat memperoleh pasokan pangan yang cukup dengan harga yang stabil dan terjangkau.
Indikator Standar Pelayanan Distribusi dan Akses pangan adalah :
1. Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah
2. Stabilitas harga dan pasokan pangan.
Indikator Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan merupakan informasi harga, pasokan dan akses pangan adalah kumpulan data harga, pasokan dan akses pangan yang dipantau dan dikumpulkan secara rutin atau periodik oleh provinsi dan kabupaten/kota untuk digunakan aebagai alat analisis perumusan kebijakan yang terkait dengan distribusi pangan.
C. Pelayanan Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan komposisinya cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif.
Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, disamping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral serta aman.
Kondisi keamanan pangan pada saat ini khususnya keamanan pangan produk segar masih cukup memprihatinkan, hal ini terlihat dari masih dijumpainya kandungan residu pestisida pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Permintaan akan produk pertanian segar semakin meningkat hal ini tercermin dari jumlah produk pangan yang diperdagangkan.
2.2. Pencapaian SPM
a) Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 – 2015
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 65 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota tentang SPM Cadangan Pangan di tingkat pemerintah adalah tersedianya cadangan pemerintah di tingkat kabupaten/kota minimal sebesar 100 ton ekuivalen beras dan di tingkat provinsi minimal sebesar 200 ton ekuivalen beras.
Target cadangan pangan pemerintah Provinsi Riau yang berasal dari dana APBD Tahun 2012 belum dalam bentuk cadangan pangan pemerintah tetapi dalam formulasi beras raskin otonomi dengan jumlah 245,72 ton beras dijadikan beras bantuan untuk 20.481 rumah tangga miskin. Pada tahun 2013 (target kuantitatif) sebanyak 100 ton, jadi persentase yang dicapai sebesar 50 % dari SPM cadangan pangan provinsi
b) Pelayanan Dasar Distribusi dan Akses Pangan
c) Pelayanan Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 – 2015
Telah dilaksanakan pengawasan terhadap berbagai jenis sayur dan buah (termasuk buah impor) di pasar tradisional dan petani dan sejumlah Kabupaten/Kota di Riau yang selanjutnya dilakukan uji laboratorium yang meliputi : uji residu pestisida
Dari 26 jenis sampel sayuran lokal pada 12 Kabupaten/Kota (kacang panjang, bayam (dari Kota Dumai), kol gepeng, kacang panjang (dari Kota Pematang Reba), tomat, buncis (Kota Tembilah), kangkung darat, pare (Bagan Siapi-api), mentimun, kangkung darat (Kota Selat Panjang), kacang panjang, bayam (Kota Pekanbaru), wartel (Kab.Siak), sawi, bayam (Kab.Kuansing), mentimun (Bengkalis), pare, kangkung darat (Kab.Rokan Hulu), Kol gepeng, kacang panjang (Kab.Pelalawan), bayam, terung ungun (Kota Bangkinang), selada dan sawi (Kota Pekanbaru), ternyata hanya 20 jenis yang masuk kategori aman, yaitu : bayam (dari Kota Dumai), kol gepeng, kacang panjang (dari Kota Pematang Reba), buncis (Kota Tembilah), kangkung darat, pare (Bagan Siapi-api), mentimun, kangkung darat (Kota Selat Panjang), kacang panjang, bayam (Kota Pekanbaru), wartel (Kab.Siak), sawi, (Kab.Kuansing), mentimun (Bengkalis), pare, kangkung darat (Kab.Rokan Hulu), Kol gepeng, kacang panjang (Kab.Pelalawan), selada dan sawi (Kota Pekanbaru) sisanya masuk kategori tidak aman karena menggunakan jenis pestisida yang dilarang seperti Fenthion, Dimethoat, Profenofos.
Jika dirumuskan : 20/26 x 100 % = 76,90 %
Sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah Riau untuk sayur dalam kategori wilayah pangan belum aman (< 80 %).
Selanjutnya untuk buah lokal dari 19 sampel yang diuji pada 5 Kabupaten/Kota yaitu : buah naga super reed (Arifin Bengkalis), buah naga super reed (Mardi Bengkalis),salok pondoh, jambu biji (Kab.Siak) jeruk siam /4 orang yang punya (Kota Tembilahan), mangga, apel, jeruk, (Kota Pekanbaru) dan nenas (7 orang yang punya), pisang (Kota Bangkinang) terlihat bahwa terdapat 18 jenis buah yang masuk kategori aman, sedangkan sisanya yaitu buah naga super reed (Arifin Bengkalis) mengandung pestisida Endosulfan yang dilarang.
Dapat disimpulkan bahwa untuk jenis buah lokal wilayah Riau masuk kategori aman dengan perhitungan :
Jika dirumuskan : 19/20 x 100 % = 95,00 %
Sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah Riau untuk buah lokal dalam kategori wilayah pangan aman (>80 %).
Untuk kategori buah impor dari 2 (apel dan jeruk) sampel buah impor yang di survey pada beberapa pasar tradisional di Kota Pekanbaru dan yang mengandung pestisida yang dilarang yaitu buah apel USA (mengandung Lindan), mengandung bahan aktif yang dilarang sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengawasan yang dilakukan ternyata wilayah Riau tidak aman dari buah impor (<80 %).
Jika dirumuskan : 1 x 100 % = 50,00 %.















BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya.
Di wilayah provinsi Riau, pemerintah setempat mejalankan sebuah program Standar Pelayanan Minimal (SPM) guna menjaga kestabilan ketahanan pangan.
3.2. Saran
Pemerintah harus menjalankan kebijakannya dan melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang bertujuan menjaga stabilitas pangan dengan maksimal.








DAFTAR PUSTAKA
Administator. 2012. Capaian Indikator RPJMD Badan Ketahanan Pangan.
Diakses pada tanggal 15 November 2013.
Baliwati, Y. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Khomsan, A. 2010. Ketahanan Pangan dan Gizi. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Mulkan. 2012. Standar Pelayanan Minimal (SPM).
http://www.bkp.riau.go.id/download/Laporan_SPM.pdf
Diakses pada tanggal 15 November 2013

No comments:

Post a Comment