Silahkan DOWNLOAD DISINI (KLIK)
untuk materi lain sebagai tambahan mengenai KAITAN PANGAN, GIZI, DAN KEPENDUDUKAN bisa Anda DOWNLOAD DISINI (KLIK)
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan urusan ketahanan pangan
merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan. Penyelenggaraan urusan wajib
oleh daerah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab yang pada
intinya merupakan pengakuan/pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud
tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah. Sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka untuk menjamin terselenggaranya
urusan wajib daerah yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar perlu
ditetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Riau.
Ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi
menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari
segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi
berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin
agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem
konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional
memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya.
Sehubungan hal tersebut
maka peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk memfasilitasi terjaminnya
masyarakat dalam memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal
dengan sasaran : (1) Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat nasional,
regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal, (2) Meningkatnya
keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat, (3) Meningkatnya kemampuan
masyarakat dalam mengatasi masalah distribusi dan kerawanan pangan.
1.2.
Tujuan
Untuk
mengetahui indikator ketahanan pengan dan bagaimana cara meningkatkan ketahanan
pangan di Provinsi Riau, untuk menghindari terjadinya perluasan kerawanan
pangan di wilayah Indonesia.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
A. Pelayanan Ketersediaan dan
Cadangan Pangan
Ketersediaan
pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu : (1) produksi dalam negeri, (2)
impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Cadangan pangan terdiri atas
cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan
masyarakat meliputi rumah tangga, pedagang dan industri pengolahan. Cadangan
pangan pemerintah (pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota) hanya
mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok.
Menurut
Maxwell & Frankenberg (1992) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan
diukur dari berbagai indicator, yakni :
1. Indikator
proses, menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan dan
akses pangan.
2. Indikator
dampak, meliputi indicator langsung dan tidak langsung
Salah
satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya
diperlukan di pedesaan adalah melalui penguatan kelembagaan pangan. Lumbung
pangan sebagai lembaga milik masyarakat harus mempunyai peran sebagai penyedia
komoditi pangan lokal (gabah/beras atau jagung) terutama untuk mengatasi
kondisi paceklik dan atau untuk menstabilkan harga pada saat panen. Keberadaan
dan kondisi lumbung pangan pada saat ini masih pada tingkatan sederhana dan
berorientasi sosial sehingga diharapkan revitalisasi yang nyata terhadap upaya
untuk mewujudkan ketahanan pangan di pedesaan.
Aspek-aspek
yang penting menjadi fokus dalam pemberdayaan lumbung pangan antara lain :
Organisasi, administrasi, pengembangan usaha, pemupukan modal dan pengembangan
jaringan. Semua aspek tersebut di atas harus mendapatkan perhatian lebih lanjut
dan pembinaan secara langsung dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
B. Pelayanan Dasar Distribusi
dan Akses Pangan
Distribusi
pangan berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai
prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan
dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang
terjangkau. Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses
pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan informasi pasokan,
harga dan akses pangan, dan indikator stabilisasi harga dan pasokan pangan. Goal
dari pelayanan distribusi pangan adalah untuk menjamin agar seluruh wilayah dan
rumah tangga dapat memperoleh pasokan pangan yang cukup dengan harga yang
stabil dan terjangkau.
Indikator Standar Pelayanan
Distribusi dan Akses pangan adalah :
1. Ketersediaan Informasi
Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah
2. Stabilitas harga dan pasokan
pangan.
Indikator
Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan merupakan informasi
harga, pasokan dan akses pangan adalah kumpulan data harga, pasokan dan akses
pangan yang dipantau dan dikumpulkan secara rutin atau periodik oleh provinsi
dan kabupaten/kota untuk digunakan aebagai alat analisis perumusan kebijakan
yang terkait dengan distribusi pangan.
C. Pelayanan Penganekaragaman
dan Keamanan Pangan
Penganekaragaman konsumsi pangan
merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang
beragam, bergizi seimbang dan komposisinya cukup guna memenuhi kebutuhan gizi
untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif.
Pola konsumsi pangan berfungsi
untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah
mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, disamping juga
efisiensi untuk mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar
pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan
peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi
seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral serta aman.
Kondisi
keamanan pangan pada saat ini khususnya keamanan pangan produk segar masih
cukup memprihatinkan, hal ini terlihat dari masih dijumpainya kandungan residu
pestisida pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Permintaan akan produk
pertanian segar semakin meningkat hal ini tercermin dari jumlah produk pangan
yang diperdagangkan.
2.2. Pencapaian
SPM
a) Pelayanan Ketersediaan dan
Cadangan Pangan
Target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 – 2015
Sesuai Peraturan Menteri
Pertanian No. 65 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota tentang SPM Cadangan Pangan di
tingkat pemerintah adalah tersedianya cadangan pemerintah di tingkat kabupaten/kota
minimal sebesar 100 ton ekuivalen beras dan di tingkat provinsi minimal sebesar
200 ton ekuivalen beras.
Target
cadangan pangan pemerintah Provinsi Riau yang berasal dari dana APBD Tahun 2012
belum dalam bentuk cadangan pangan pemerintah tetapi dalam formulasi beras
raskin otonomi dengan jumlah 245,72 ton beras dijadikan beras bantuan untuk
20.481 rumah tangga miskin. Pada tahun 2013 (target kuantitatif) sebanyak 100
ton, jadi persentase yang dicapai sebesar 50 % dari SPM cadangan pangan
provinsi
b) Pelayanan
Dasar Distribusi dan Akses Pangan
c) Pelayanan
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 – 2015
Telah dilaksanakan pengawasan
terhadap berbagai jenis sayur dan buah (termasuk buah impor) di pasar
tradisional dan petani dan sejumlah Kabupaten/Kota di Riau yang selanjutnya
dilakukan uji laboratorium yang meliputi : uji residu pestisida
Dari 26 jenis sampel sayuran
lokal pada 12 Kabupaten/Kota (kacang panjang, bayam (dari Kota Dumai), kol
gepeng, kacang panjang (dari Kota Pematang Reba), tomat, buncis (Kota
Tembilah), kangkung darat, pare (Bagan Siapi-api), mentimun, kangkung darat
(Kota Selat Panjang), kacang panjang, bayam (Kota Pekanbaru), wartel
(Kab.Siak), sawi, bayam (Kab.Kuansing), mentimun (Bengkalis), pare, kangkung
darat (Kab.Rokan Hulu), Kol gepeng, kacang panjang (Kab.Pelalawan), bayam,
terung ungun (Kota Bangkinang), selada dan sawi (Kota Pekanbaru), ternyata
hanya 20 jenis yang masuk kategori aman, yaitu : bayam (dari Kota Dumai), kol
gepeng, kacang panjang (dari Kota Pematang Reba), buncis (Kota Tembilah),
kangkung darat, pare (Bagan Siapi-api), mentimun, kangkung darat (Kota Selat
Panjang), kacang panjang, bayam (Kota Pekanbaru), wartel (Kab.Siak), sawi,
(Kab.Kuansing), mentimun (Bengkalis), pare, kangkung darat (Kab.Rokan Hulu),
Kol gepeng, kacang panjang (Kab.Pelalawan), selada dan sawi (Kota Pekanbaru)
sisanya masuk kategori tidak aman karena menggunakan jenis pestisida yang
dilarang seperti Fenthion, Dimethoat, Profenofos.
Jika dirumuskan : 20/26 x 100 % =
76,90 %
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
wilayah Riau untuk sayur dalam kategori wilayah pangan belum aman (< 80 %).
Selanjutnya untuk buah lokal dari
19 sampel yang diuji pada 5 Kabupaten/Kota yaitu : buah naga super reed (Arifin
Bengkalis), buah naga super reed (Mardi Bengkalis),salok pondoh, jambu biji
(Kab.Siak) jeruk siam /4 orang yang punya (Kota Tembilahan), mangga, apel, jeruk,
(Kota Pekanbaru) dan nenas (7 orang yang punya), pisang (Kota Bangkinang)
terlihat bahwa terdapat 18 jenis buah yang masuk kategori aman, sedangkan
sisanya yaitu buah naga super reed (Arifin Bengkalis) mengandung pestisida
Endosulfan yang dilarang.
Dapat disimpulkan bahwa untuk
jenis buah lokal wilayah Riau masuk kategori aman dengan perhitungan :
Jika dirumuskan : 19/20 x 100 % =
95,00 %
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa wilayah Riau untuk buah lokal dalam kategori wilayah pangan
aman (>80 %).
Untuk kategori buah impor dari 2
(apel dan jeruk) sampel buah impor yang di survey pada beberapa pasar
tradisional di Kota Pekanbaru dan yang mengandung pestisida yang dilarang yaitu
buah apel USA (mengandung Lindan), mengandung bahan aktif yang dilarang sehingga
dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengawasan yang dilakukan ternyata wilayah
Riau tidak aman dari buah impor (<80 %).
Jika dirumuskan
: 1 x 100 % = 50,00 %.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi
menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari
segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya.
Di
wilayah provinsi Riau, pemerintah setempat mejalankan sebuah program Standar
Pelayanan Minimal (SPM) guna menjaga kestabilan ketahanan pangan.
3.2. Saran
Pemerintah
harus menjalankan kebijakannya dan melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan
yang bertujuan menjaga stabilitas pangan dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Administator. 2012. Capaian
Indikator RPJMD Badan
Ketahanan Pangan.
http://bkp.ntbprov.go.id/berita-137-capaian-indikator-rpjmd-badan-ketahanan-pangan-provinsi-ntb.html
Diakses pada tanggal 15 November 2013.
Baliwati, Y. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Khomsan, A. 2010. Ketahanan Pangan dan Gizi. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Mulkan. 2012. Standar Pelayanan Minimal (SPM).
http://www.bkp.riau.go.id/download/Laporan_SPM.pdf
Diakses pada tanggal
15 November 2013
No comments:
Post a Comment